Rabu, 23 Maret 2011

Electronic Stability Control/Program (ESC/ESP)

Electronic Stability Control/Program (ESC/ESP)

Sebenarnya akan lebih baik kalau tulisan tentang ESC/ESP terlebih dahulu diawali dengan uraian Antilock Braking System (ABS) dan Traction Control (TC), karena ESP muncul belakangan hasil dari inovasi ABS/TC, hal ini berarti teknologi ESP memperluas fitur dari ABS/TC. Dengan kata lain bahwa kendaraan yang menerapkan ESP pasti memakai ABS/TC dan sebaliknya meskipun mobil itu memilik ABS/TC belum tentu menggunakan ESP.

Dilihat dari sejarahnya maka ESP bisa dikatakan relativ baru, karena mulai diterapkan secara komersial pada tahun 90-an pada mobil-mobil “mewah”.

Sebagai seorang trainer saya belum pernah mengajarkan ESP pada peserta pelatihan, namun ABS/TC sudah cukup sering saya sampaikan pada berbagai pelatihan termasuk di Damman, Riyadh dan Muscat-Oman yaitu di Pusat Pelatihan Dealers General Motors Middle East Operation sekitar thn 1998.
Oleh karena itu cukup menarik bagi saya menurunkan tulisan ini sekaligus untuk meningkatkan pemahaman saya pada ESP, dan seperti biasanya tulisan ini dirangkum dari berbagai sumber…Semoga bermanfaat…

Electronic Stability Control atau pada kendaraan buatan Jerman sering mereka menyebutnya dengan Electronic Stability Program (ESP) adalah teknologi komputerisasi bersama-sama dengan Antilock Braking System (ABS) berfungsi untuk meningkatkan stabilitas kendaraan saat berjalan.

Waktu sensor-sensor ESC/ESP mendeteksi bahwa sopir kehilangan kendali pada steer, maka secara otomatis ESC/ESP menerapkan sistem rem untuk membantu mestabilkan kendaraan sesuai dengan arah yang diinginkan. Hal ini memungkinkan dengan sistem rem yang bekerja secara independent pada setiap roda, artinya secara otomatis rem akan menekan atau meregulasi tekanan hidraulis pada roda-roda secara individual.

Misalnya pada waktu membelok, bilamana kendaraan cenderung oversteer, maka tekanan minyak rem akan diteruskan ke roda depan luar untuk melawan oversteer itu, begitu juga halnya ketika terjadi understeer maka tekanan minyak rem akan diteruskan ke roda belakang guna mengurangi understeer, hal ini berlangsung secara otomatis..

Beberapa sistem ESC/ESP juga mengurangi daya mesin sampai sampai kendaraan dapat dikendalikan kembali, secara otomatis putaran mesin akan turun jika sensor ESP mendeteksi kehilangan kendali pada steer saat membelok dan tentu saja tujuan utamanya untuk mengurangi kecelakaan.

Khususnya bila mobil itu dikendarai pada jalan yang bersalju/jalan sangat licin, maka ESP sangat membantu pengemudi, karena pada jalan yang sangat licin sulitnya pengendalian steer sering terjadi.
Kendaraan dengan ESP akan lebih mudah/stabil/tidak berbelok kesana-kemari jika lari dipermukaan jalan yang sangat licin/bersalju, sementara itu kendaraan yang tidak memakai ESP harus berjalan pelan-pelan agar kemudi masih dapat dikendalikan dengan aman/sesuai dengan arah yang dikehendaki..

SEJARAH ESC/ESP
Di awali pada tahun 1987, ketika Mercedes-Benz dan BMW memperkenalkan sistem kontrol traksi (Traction Control System/TC) pertama mereka pada kendaraannya, Maka metoda yang sama diterapkan pada ESC yaitu aplikasi pengereman roda secara individual.
Kalau pengemudi menginjak pedal gas dengan cepat saat kendaraan bergerak pertama kali, maka roda akan cenderung “spin” (sering juga secara teknik disebut “skid”) pada permukaan jalan, melalui sensor-sensor putaran roda (wheel speed sensors) maka unit control ABS/TC dapat mendeteksi bahwa telah terjadi spin/skid antara roda dengan permukaan jalan, selanjutnya sistem rem akan mengerem roda yang spin tersebut sampai spin-nya hilang, lalu mobil dapat bergerak dengan mulus tanpa terjadinya spin/skid lagi pada roda..

Catatan;
Untuk mempermudah pemahaman istilah spin/skid dan slip, maka harus disepakati dulu bahwa:

Spin/skid dipakai untuk pengertian bahwa roda berputar cepat pada permukaan jalan, tetapi bodi kendaraan tidak bergerak atau bergerak lambat tidak sesui dengan putaran roda, keadaan ini biasanya terjadi jika mobil berjalan pada permukaan jalan yang sangat licin. Traction Control digunakan untuk mencegak roda spin/skid saat pedal gas ditekan tapi permukaan jalan licin

Slip berarti roda menggesek pada permukaan jalan, dalam pengertian bahwa roda sudah berhenti berputar, tetapi bodi kendaraan tetap bergerak atau berjalan, biasanya hal ini terjadi waktu kita melakukan pengereman dengan kuat dan mendadak
ABS mencegah roda slip/mengunci/berhenti berputar saat dilakukan rem dengan kuat/mendadak.

Baik spin/skid maupun slip akan mengakibatkan kendaraan sulit dikendalikan arahnya melalui roda kemudi. Contohnya, jika pengereman mendadak dilakukan sampai roda slip/tidak berputar /menggesek pada permukaan jalan, tapi mobil masih tetap bergerak/meluncur, maka kendaraan akan bisa bergerak ke kiri atau ke kanan tanpa dapat dikendalikan. Effek yang sama juga terjadi pada waktu roda spin pada permukaan jalan, maka kendaraan pun sulit dikendalikan arahnya dengan steer.

Saat ini keduanya; ABS dan TC sudah disatukan menjadi sistem yang disebut dengan ABS/TC.

Jadi jelaslah sudah, bahwa jika kendaraan dilengkapi dengan ABS/TC, sekuat dan secepat apapun Anda menekan pedal gas saat kendaraan bergerak pertama kali, maka roda/ban “mecicit”/spin/skid pada permukaan jalan tidak akan pernah terjadi…Oleh karena itu untuk para “racer” atau anak muda yang senang menginjak pedal gasnya sampai menimbulkan suara spin pada ban/roda, disarankan jangan mamakai mobil dengan ABS/TC, karena Anda tidak akan lagi mendengat bunyi “cicitan ban/roda” pada mobil…(he..he..)
Tapi secara umum TC tidak dimaksudkan untuk menstabilkan kendaraan saat kehilangan kendali steer waktu kendaraan sedang berjalan, tetapi TC hanya berfungsi untuk mencegah roda spin saat mobil bergerak pertama kalinya, sedangkan ABS berfungsi untuk mencegah roda slip/lock/mengunci saat di rem, tapi saat ini umumnya ABS dan TC menggunakan Unit Control Electronic yang sama dan Unit Hiraulis rem yang sama pula sehingga secara teknik kita menyebutnya ABS/TC.

Bermula dari ABS/TC itulah, pada tahun 1990-an sistem telah dikembangkan lebih modern oleh Mitsubishi mereka menyebutnya dengan Active Skid and Traction Control (ASTC) system. Dikembangkan untuk membantu pengemudi menjaga stabilitas kendaraan melalui sebuah Unit Kontrol Elekronis /komputer yang dapat memantau beberapa parameter operasional kendaraan melalui sensor-sensornya.

Misalnya jika pedal gas terlalu dalam diinjak waktu kendaraan menikung, maka Unit Kontrol Electronis/komputer akan mengurangi putaran/daya mesin secara otomatis serta pengereman dilakukan secara otomatis pula agar kendaraan tidak limbung/terseret/ke arah luar kurva belokan (understeer) atau oversteer
Pengaturan ini dilakukan serempak antara penekanan minyak rem ke roda dan penurunan putaran mesin sampai kendaraan dapat berjalan kembali pada kuva belokan yang diinginkan.

Tentu saja cara yang sama dilakukan oleh sistem ini kalau kendaraan berjalan pada permukaan yang licin, waktu mobil mulai limbung ke kiri atau ke kanan sebab roda spin permukaan jalan yang licin, maka Unit Kontrol Elektronis/Komputer segera mengurangi putaran mesin dan melakukan pengereman pada roda yang spin itu, sehingga larinya mobil stabil kembali. Proses tersebut berlangsung berulang-ulang dalam waktu yang sangat cepat.

BMW, bekerja sama dengan Robert Bosch GmbH dan Continental Automotive Systems, lalu mengembangkan sistem ini untuk mengurangi torsi mesin guna mencegah kehilangan kendali kemudi, dan mulai tahun 1992 semua produksi BMW menerapkan ESP pada kendaraannya.

Dari tahun 1987 hingga 1992, Mercedes-Benz dan Robert Bosch GmbH bersama-sama mengembangkan sistem yang mereka sebut “Elektronisches Stabilitätsprogramm”(bahasa jerman) (Electronic Stability Program)" dan terdaftar dengan merek dagang sebagai ESP.

Lalu General Motors (GM) bekerja sama dengan Delphi Corporation membuat ESC yang mereka sebut dengan "StabiliTrak" pada tahun 1997, hanya dipakai untuk Cadillac, setelah itu StabiliTrak dijadikan perlengkapan standar untuk semua mobil jenis SUV - Van GM yang dijual di AS dan Kanada pada tahun 2007, kecuali untuk kendaraan komersial dan armada tertentu.
Sementara "StabiliTrak" adalah nama yang digunakan pada kebanyakan kendaraan General Motors untuk pasar AS, tapi istilah "Electronic Stability Control (ESC)" dipakai untuk kendaraan GM yang dibuat di luar AS, seperti Opel, Holden dan Saab,

Pada Ford, ESC mereka sebut dengan istilah “AdvanceTrac”, diluncurkan tahun 2000. Ford kemudian menambahkan “Roll Stability Control” untuk AdvanceTrac yang pertama kali diperkenalkan pada Volvo XC90 pada tahun 2003 (saat itu Volvo Cars dimiliki oleh Ford)

Pada tahun 1995 produsen mobil Mercedes-Benz memperkenalkan sistem ESP. yang dipasok oleh Bosch. Mobil pertama MB yang mengimplementasikan sistem ini adalah model S-Class-W140. Pada tahun yang sama BMW juga mengaplikasin ESP pada kendaraannya, tapi ESP tersebut dibuat bersama oleh Bosch dan Continental Systems Automotive.

Tak ketinggalan pula Volvo mulai menawarkan ESC pada beberapa model mereka sementara itu Toyota dengan Vehicle Stability Control System mereka perkenalkan tahun 2004 di Toyota Crown.

Saat ini, hampir semua merek premium telah menjadikan ESC/ESP sebagai perlengkapan standard pada semua kendaraan lansirannya, dan jumlah kendaraan dengan ESC/ESP juga terus meningkat.

Ford dan Toyota termasuk Lexus mengumumkan bahwa semua kendaraan mereka yang dipasarkan Amerika akan dilengkapi dengan standar ESC/ESP pada akhir tahun 2009.
Demikian pula General Motors telah mengumuman bahwa pada akhir tahun 2010 semua kendaraan jenis penumpang produksi GM akan dilengkapi dengan ESC/ESP.

Dan akhirnya sudah menjadi keharusan bahwa di penghujung tahun 2011 semua kendaraan yang dipasarkan di AS dan Eropa harus dilengkapi ESC/ESP, karena menurut penelitian dengan adanya ESP/ESC pada mobil diperkirakan dapat mencegah kematian akibat kecelakaan sekitar 5000-9000-an orang setiap tahunnya….

(Bersambung dengan judul Cara Kerja ESC/ESP…..)

Minggu, 20 Maret 2011

ABS

Junisra Syam
Oleh Junisra Syam,
Excellence Automotive Training International

Antilock Braking System (ABS) termasuk sistem keamanan aktif (active safety system) pada mobil; Seperti yang kita ketahui bahwa sistem keaman aktif adalah perangkat kendaraan yang dapat mencegah terjadinya kecelakaan.

Jika mobil dilengkapi ABS dan ketika kita melakukan pengereman dengan kuat dan mendadak, maka roda tidak mengunci/slip pada permukan jalan, hal ini sangat bermanfaat untuk menghindari hilangnya kendali kemudi ketika roda slip/mengunci (berhenti berputar/menggesek) pada permukaan jalan saat pengereman yang dilakukan dengan kuat dan mendadak tersebut.
Dengan dilengkapinya ABS pada mobil maka, meskipun kendaraan direm secara kuat dan mendadak, roda tidak akan slip pada permukaan jalan dan mobil masih dapat dibelokkan ke kiri atau kekanan maupun kembali pada posisi lurus sesuai dengan keinginan pengemudi.

Berapapun cepatnya laju mobil kita, secara umum tekanan pengereman akan mampu membuat roda berhenti berputar, tapi badan kendaraan cenderung masih dapat bergerak, karena energi kinetis yang ditimbulkan oleh berat mobil itu sendiri, akibatnya roda akan menggesek pada permukaan jalan sampai kendaraan berhenti.
Selama roda slip/menggesek/berhenti berputar pada permukaan jalan, pasti mengakibatkan mobil kehilangan kendali (berbelok ke kiri atau ke kanan atau ke mana saja tergantung dari keadaan permukaan jalan dan arah resultante energi kinetis mobil tersebut). Akibat lain yang ditimbulkan oleh roda yang bergesek/mengunci pada permukaan jalan adalah jarak efektif pengereman akan menjadi lebih panjang, dan tentu saja sering menimbulkan kecelakaan.
Semuanya itu akan lebih berbahaya lagi jika mobil lari pada permukaan jalan yang licin, dengan sedikit tekanan pengeraman saja, roda akan sangat mudah slip/mengunci, tentu sudah dapat dibayangkan bahwa roda-roda akan segera berhenti berputar, tapi kendaraan masih meluncur sedemikian rupa tanpa bisa dikendalikan.

Hanya dengan ABS-lah hal itu dapat diatasi, meskipun kita melakukan pengereman dengan kuat dan mendadak pada permukaan jalan yang licin sekalipun, maka tekanan pengeraman pada roda diatur secara elektronis untuk menghindari roda slip/terkunci, sehingga mobil masih bisa dibelokkan ke kiri atau ke kanan maupun lurus seperti yang dikehendaki sampai berhenti, dengan demikian jarak penegreman menjadi lebih pendek jika dibandingkan kendaraan yang tidak mengaplikasikan ABS pada sistem remnya.

Sejak digunakan secara luas pada mobil, ABS telah dikembangkan lebih jauh, versi terbaru dari ABS bukan saja mencegah roda-roda terkunci waktu direm, akan tetapi juga bisa mengatur pengereman secara independent setiap roda, atau dapat mendistribusikan tekanan pengereman yang berbeda antara roda depan dan roda belakang tergantung dari beban kendaraan itu sendiri yang dikenal dengan Electronic Brake Distribution (EBD), Pada akhirnya ABS juga berkembang lebih jauh menjadi perangkat yang lebih cangggih dan diaplikasikan pada mobil-mobil “mewah” yaitu ESC/ESP (Electronic Stability Control/Program). Lihat artikel ESC/ESP pada forum discussion ini..

SEJARAH ABS
ABS pertama kali dikembangkan untuk keperluan pesawat terbang, pada awalnya sistem ini diperkenalkan oleh Dunlop's Maxaret System pada 1950-an dan masih digunakan pada beberapa model pesawat terbang saat ini.
Dalam beberapa pengujian dapat disimpulkan bahwa dengan ABS, kinerja pengereman dapat meningkat sampai 30%, dan pilot tidak perlu melakukan tekanan pengereman secara bertahap pada pesawat, tetapi cukup melakukan pengereman dengan tekanan maksimum dan selanjutnya tekanan pengereman tersebut diatur secara otomatis oleh ABS, tanpa adanya kekawatiran akan terjadi slip/mengunci pada roda-roda pesawat saat pengereman dilakukan.
Keuntungan lain pada pesawat adalah untuk mencegah roda/ban pecah, bahkan hangus akibat bergesekan dengan permukaan landasan pacu yang disebabkan oleh roda/ban yang slip/terkunci jika sistem rem pesawat tidak dilengkapi dengan ABS.

Pada tahun 1958, Royal Enfield Super Meteor Motor digunakan oleh Road Research Laboratory untuk menguji percobaan sistem rem ABS yang dibuat oleh The Maxaret pada sepeda motor, hasilnya menunjukkan bahwa ABS merupakan nilai tambah yang besar terhadap sistem keamanan aktif sepeda motor.
Dari hasil pengujian tersebut juga disimpulkan bahwa jarak pengereman sepeda motor dengan ABS dapat menjadi lebih pendek 30% jika dibandingkan dengan sepeda motor tanpa ABS
Selanjutnya ABS juga diujicobakan pada mobil balap, namun pada saat itu kemungkinan diterapkan pada mobil ataupun sepeda motor masih menjadi kendala karena faktor harganya yang masih mahal.

Pada tahun 1971 perusahan mobil Chrysler bekerja sama dengan Bendix Corporation, memperkenalkan ABS dengan ECU yang disebut dengan ABS tiga channel empat-sensor Pada tahun 1971 juga, General Motors memperkenalkan ABS dengan sebutan "Trackmaster" yaitu ABS untuk roda belakang saja, dan ABS roda belakan ini diaplikasikan pada mobil Cadillac. Lalu masih pada tahun yang sama Nissan menawarkan EAL (Electro Sistem Anti-lock) sebagai opsi pada Nissan Presiden yang menjadi ABS pertama pada mobil buatan Jepang.

Tahun 1975, Robert Bosch mengambil alih perusahaan Teldix Eropa dan semua paten yang telah didaftarkan oleh perusahaan itu juga diakuisisi, dan mulai dari sinilah Bosch membuat ABS yang diperkenalkan beberapa tahun kemudian.
Pada tahun 1978 Bosch dan Daimler-Benz-mengembangkan teknologi ABS yang dimulai pada awal tahun 1970 tersebut, dan akhirnya Bosch memperkenalkan pertama kali ABS dengan pengontrol “fully electronic” untuk empat roda pada mobil Mercedes-Benz S-Class.
Tahun 1988, BMW memperkenalkan sepeda motor pertama dengan ABS elektronik-hidrolik pada sepeda motor BW K100, lalu Honda mengikutinya tahun 1992 dengan peluncuran ABS pertama pada sepeda motor Honda ST1100 .
Pada tahun 2007, Suzuki meluncurkan GSF1200SA dengan ABS, dan sebelumnya tahun 2005 Harley-Davidson mulai menawarkan ABS sebagai pilihan untuk sepeda motor polisi.
Selanjutnya tahun 2008; ABS menjadi perlengkapan standard untuk semua sepeda motor Harley-Davidson Touring dan beberapa model HD tertentu.

CARA KERJA ABS
Secara umum ABS terdiri dari; unit kontrol elektronik (ECU), sensor kecepatan roda (wheel speed sensor), dan setidaknya dua katup hidrolik dalam unit hidrolik rem.

ECU ini selalu memantau kecepatan setiap roda; jika ECU mendeteksi sebuah roda berputar secara signifikan lebih lambat dari yang lain, kondisi ini menunjukkan roda akan terkunci/slip pada permukaan jalan, katup hidrolik mengurangi tekanan minyak rem ke roda yang slip/terkunci itu, dengan kata lain tekanan minyak rem dikurangi pada roda itu sehingg roda berputar kembali.
Demikian juga sebaliknya, jika ECU mendeteksi sebuah roda berputar secara signifikan lebih cepat dari yang lain, maka tekanan minyak rem ditingkatkan untuk roda tersebut, sehingga putaran roda lebih melambat lagi.
Proses itu terus berlangsung secara berulang-ulang akbuatnya pengemudi dapat merasakan getaran pada pedal rem.

ABS dapat menurunkan dan menaikkan tekanan pada roda berlangsung dengan sangat cepat sampai 15 kali per detik.

ECU telah diprogramkan untuk mengetahui perbedaan kecepatan/putaran roda dalam batas toleransi, pengurangan atau penambahan tekanan pengereman hanya diatur sedemikian rupa, jika ECU-ABS mendekati batas perbedaan putaran roda yang kritis, atau sampai roda terkunci/slip pada permukaan jalan.

Yang perlu diketahui oleh pemilik kendaraan adalah jika terjadi kesalahan pada ABS, maka pengereman dapat kembali berfungsi seperti sistem rem biasa (mobil tanpa ABS)

ABS modern saat ini menggunakan tekanan rem individual ke empat roda melalui unit hidrolik, artinya ECU besama dengan unit hidrolik rem dapat mengatur sedemikian rupa tekanan minyak rem secara individual ke 4 roda. ABS 4 chanel individual tersebut merupakan pengembangan dasar yang diterapkan pada Electronic Stability Control/Program (ESC/ESP), dimana ESC/EPS dengan cepat meningkat popularitasnya pada kendaraan modern saat ini.

ESC atau ESP merupakan evolusi dari konsep ABS, dengan menambah 2 sensor lagi yaitu; Sensor Sudut Belok Kemudi dan Sensor Gyroscopic.
Cara kerjanya cukup sederhana yaitu ketika Sensor Gyroscopic mendeteksi bahwa arah yang diambil oleh mobil tidak singkron dengan apa yang laporan Sensor Roda Kemudi, maka software dalam Unit Kontrol ESC akan melakukan pengereman pada roda secara individu sesuai kebutuhan, sehingga mobil kembali stabil seperti yang dinginkan oleh pengemudi.
Sensor Sudut Belok Roda Kemudi juga membantu kerja Cornering Brake Control (CBC), karena akan memberitahu ABS memilih roda manakah tekanan minyak remnya dikurangi atau roda yang manakah tekanan minyak remnya harus ditingkatkan.

Perangkat ABS juga dapat digunakan untuk mengimplementasikan Sistem Kontrol Traksi (TCS/Traction Control System) atau Anti-Slip Regulation (ASR) yang berfungsi menstabilkan mobil saat akselerasi pertama kali.
Jika saat akselerasi ban kehilangan traksi dengan permukaan jalan, maka ECU-ABS dapat mendeteksi keadaan itu dan mengambil tindakan yang diperlukan dengan menaikkan tekanan minyak rem pada roda tersebut sampai roda bertraksi lagi dengan permukaan jalan.

Produsen sering menawarkan TC ini sebagai pilihan terpisah dari ABS, meskipun sebagian besar perangkat TC juga digunakan secara bersama dengan ABS, tentu saja ABS/TC lebih canggih karena ABS/TC juga dapat mengontrol/mengurangi daya/putaran mesin jika tidak terjadi traksi antara roda dengan permukaan jalan) Baca juga artikel Electronic Stability Control/Program pada kolom Discussion yang lain)..

KOMPONEN ABS
Ada empat komponen utama ABS:
1. Sensor Kecepatan Roda (Wheel Speed Sensor)
2. Unit Hidrolik dan Katup Hidrolik,
3. Pompa pada Unit Hidrolik
4. ECU-ABS

SENSOR KECEPATAN RODA
ABS membutuhkan informasi tentang kecepatan roda, guna mengatur tekanan minyak rem pada roda sehingga roda tidak mengunci/slip pada permukaan jalan.
Sensor Kecepatan Roda ini terletak pada roda atau pada beberapa model ditempatkan di differensial/gardan.

UNIT HIDROLIK dan KATUP HIDROLIK,
Terdapat katu-katup yang mengatur tekanan minyak rem pada setiap saluran/pipa rem. Cara kerja katup ini ada 3 keadaan/posisi yaitu;
Posisi pertama; Katup terbuka, tekanan minak rem dari silinder master diteruskan ke roda/tekanan minyak rem langsung ke roda (seperti rem tanpa ABS).
Posisi dua; Katup menutup aliran minyak rem menuju ke roda, tekanan rem tetap (tidak bertambah), meskipun pemgemudi menambah tekanan pedal rem
Dalam posisi tiga: Katup mengurangi/melepaskan tekanan minyak rem, hal ini berarti tekanan minyak rem pada roda yang slip dikurangi, sampai roda berputar lagi

POMPA
Karena katup-katup hidolik bisa mengurangi atau melepaskan tekanan minyak rem pada roda, maka diperlukan sebuah pompa untuk membangun tekanan minyak rem kembali.

ECU-ABS
ECU-ABS berfungsi menerima informasi dari sensor kecepatan roda secara individual, pada waktu roda kehilangan traksi dengan permukaan jalan maka sensor kecepatan roda mengirimkan sinyal ke ECU-ABS, kemudian ECU-ABS akan membatasi/mengurangi tekanan pengereman pada roda yang mengalami slip tersebut..

1. ECU-ABS memantau sensor kecepatan setiap saat, mendeteksi penurunan kecepatan roda yang extrim, tepat sebelum roda terkunci/slip, maka ECU-ABS melakukan pengaturan tekanan minyak rem, misalnya tekanan minyak rem dipertahankan saja tanpa ditambah lagi, meskipun pengemudi menekann pedal rem lebih dalam.

2. Bila dengan dipertahankanya tekanan minyak rem itu roda masih slip/terkunci maka ECU-ABS segera mengurangi tekanan minyak rem, sampai roda tersebut berputar kembali. Proses ini berlangsung dengan sangat cepat dan berulang-ulang sampai kendaraan berhenti, atau pengemudi tidak melakukan pengereman lagi.

3. Waktu ABS bekerja pengemudi merasakan berdenyut-denyut pada pedal rem, ini disebabkan karena kerja katup hidrolik yang membuka-menutup saluran minyak rem. Dengan adanya denyutan/getaran pedal rem tersebut juga sebagai tanda bagi pengemudi bahwa ABS sedang bekerja.

JENIS/TIPE ABS
ABS mempunya tipe sebagai berikut;

ABS Empat Channel - Empat Sensor Kecepatan Roda
Ini adalah ABS yang terbaik. Terdapat sebuah sensor kecepatan untuk satu roda.
Pada tipe ini ECU dapat memonitor kecepatan masing-masing roda, dengan demikian ECU-ABS juga dapat mengatur tekanan pengereman pada masing-masing roda secara individual.

ABS Tiga Channel
Tipe ini biasanya diaplikasikan pada truk ringan atau SUV, memiliki 2 sensor kecepatan roda dan 2 katup hirolik untuk roda-roda depan, hanya memiliki satu katup hidrolik dan satu sensor roda untuk kedua roda belakang.
Sensor kecepatan roda belakang biasanya terletak di poros belakang atau gardan.
Tentu saja ABS 3 channel ini hanya memberikan kontrol secara individual pada roda-roda depan, sehingga roda depan dapat mencapai kinerja maksimal pengereman.
Roda-roda belakang dipantau kerjaanya secara bersama-sama, dengan hanya menggunakan satu katup hidrolik untuk roda-roda belakang, maka bisa saja salah satu roda belakang akan mengunci/slip sehingga mengurangi efektivitas rem.

ABS Satu Channel
Sistem ini sering ditemukan pada truk disebut dengan ABS Roda Belakang (Rear Wheel Antilock Braking System/RWAL). Hanya memiliki satu katup hidrolik yang mengontrol tekanan minak rem ke roda belakang. Sensor kecepatan roda biasanya terletak di poros belakang. RWAL hanya dapat mengontrol tekanan minyak rem secara bersamaan pada roda-roda belakang saja, dengan sistem ini kemungkinan salah satu roda belakang akan bisa mengunci/slip sehingga mengurangi efektivitas rem.
Pengereman roda depan sama sekali tidak diatur oleh RWAL, jika terjadi slip pada kedua roda depan, maka diharapkan kendaraan masih bisa berhenti dengan posisi lurus,

STUDI MANFAAT ABS
Sebuah studi pada tahun 2003 yang dilakukan oleh Monash University Accident Research Centre-Australia menyimpukan bahwa ABS;

• Mengurangi resiko kecelakaan kendaraan di jalan raya sebesar 18 persen,
• Mengurangi resiko kecelakaan pada off-road sebesar 35 persen.

Pada permukaan jalan dengan traksi yang bagus seperti aspal, atau jalan berbeton, mobil dengan ABS-mampu mencapai jarak pengereman yang lebih baik (yaitu lebih pendek) daripada mobil tanpa ABS.

ABS mengurangi kemungkinan menabrak dan atau mengurangi resiko yang lebih parah lagi, maka disarankan pada pengemudi yang “kurang ahli” untuk menggunakan kendaraan dengan ABS supaya mengurangi dampak pengereman yang kuat dan mendadak.

Beberapa produsen kendaraan yang menyediakan mobil untuk "off-road" melengkapi tombol “on/off” untuk ABS. Manfaat utama ABS untuk kendaraan “off-road” adalah untuk mempertahankan traksi roda dengan permukaan jalan yang berpasir atau berlumpur, tetapi adakalanya para “offroader” juga tidak memerlukan ABS, lalu mereka dapat mematikan dan menghidupkan ABS sesuai dengan keperluan..

Sebuah studi lain yang dilakukan oleh National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) tahun 1999 juga menyimpulkan bahwa jarak efektif pengereman dengan ABS pada jalan berkerikil lebih pendek 22 persen dari kendaraan tanpa ABS.

Namun pada studi yang dilakukan di Munich-Jerman; Setengah armada taksi dilengkapi dengan ABS, sementara separuh lainnya memiliki sistem rem konvensional. Indeks kecelakaan mobil pada kedua jenis taksi tersebut adalah sama, dan akhirnya para peneliti menyimpulkan bahwa pengemudi taksi dengan ABS cenderung lebih berani mengambil resiko, sedangkan pengemudi taksi tanpa ABS lebih hati-hati dalam mengendarai mobilnya, karena mereka tahu bahwa rem tanpa ABS tidak dapat membantu mereka jika terjadi pengereman secara kuat dan mendadak…

Dikutip dan dirangkum dari berbagai sumber..

Semoga bermanfaat.

Rabu, 02 Maret 2011



GDI (Gasoline Direct Injection)

Junisra Syam
Oleh Junisra Syam
Excellence Automotive Training international


Sampai hari ini kita masih berkutik dengan mesin berteknologi Electronic Fuel Injection/Engine Management seperti yang banyak kita jumpai, bahkan tidaklah salah kalau pertumbuhan teknologi tersebut belumlah bisa sepenenuhnya menggantikan mesin konvensional terdahulu yaitu mesin dengan sistim aliran bahan bakar karburator, karena sampai detik ini masih banyak kendaraan yang memakai mesin karburator kita temukan.

Lalu, janganlah heran kalau mesin yang mengaplikasikan teknologi Electronic Fuel Injection/Engine Management yang banyak kita jumpai itu, akan menjadi mesin KONVENSIONAL besok atau lusa jika Anda menemukan kendaraan dengan Gasoline Direct Injection (GDI) di jalanan.

Belum banyak atau mungkin belum ada rasanya penulis lain menguraikan secara terbuka tentang teknologi mesin DGI, oleh sebab itu saya mencoba merangkum beberapa sumber informasi yang terkait dengan DGI dan menuliskanya secara ringkas pada wadah ini dengan harapan bahwa pada saat Anda menjumpai kendaraan dengan dapur pacu berteknologi GDI di jalanan, setidaknya Anda sudah paham secara umum barang apakah sebenarnya DGI itu..

Jauh sebelum GDI secara serius diaplikasikan pada kendaraan, para konstruktor mesin selalu berfikir untuk menerapkan suatu manajemen mesin bensin pada kendaraan tetapi mesin tersebut dapat menghemat bahan bakar, berdaya lebih tinggi atau katakanlah segalanya lebih baik dibandingkan dengan mesin injeksi konvensional saat ini dan tentu saja emisinya tetap bisa dikontrol sesuai dengan aturan gas buang yang sudah digariskan.

Lebih dari 10 tahun yang lalu diaplikasikanlah GDI pada mesin dengan tujuan bahwa mesin ini dapat meningkatkan effisiensi penggunaan bahan bakar yang semakin langka dan semakin mahal saja dari waktu ke waktu serta output/daya yang dihasilkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan mesin injeksi konvensional saat ini.

Effisiensi pemakaian bensin dapat ditingkatkan karena pada GDI pengontrolan volume penyemprotan bensin dapat dilakukan dengan sangat akurat, demikian juga timing penyemprotannya bisa disesuaikan dengan setiap kondisi opersional mesin.
Selain itu, tidak ada kerugian “throttling” yaitu hambatan pada katup throttle yang menyebabkan effisiensi volumetrik mesin jadi berkurang seperti halnya sistem injeksi bensin konvensional maupun sistem aliran bahan bakar dengan karburator.

Manajemen mesin DGI dapat mengatur perbandingan campuran mulai dari sangat kurus sampai dengan lambda 1.
Perbandingan campuran udara-bensin lambda = 1 , berarti perbandingan campuran udara-bensin adalah 14.7:1 dan jika perbandingan campuran sangat kurus bisa berada pada angka 65:1
Perbandingan udara-bensin 65:1 tersebut sangatlah kurus kalau dibandingkan dengan pasokan udara-bensin untuk mesin injeksi konvensional maupun mesin karburator. Secara teoritis perbandingan campuran sangat kurus tidak mungkin bisa dibakar bila mesin itu menggunakan teknologi injeksi konvensional.

Perbandingan Campuran Sangat Kurus
Mode perbandingan campuran sangat kurus diaplikasikan saat mesin putaran idle sampai dengan beban ringan, atau akselerasi yang tidak terlalu kuat, atau keadaan operasional mesin yang tidak memerlukan daya besar.
Penyemprotan bensin tidak dilakukan pada saat langkah isap, akan tetapi bensin disemprotkan waktu akhir langkah kompressi, dan sebagian bensin yang disemprotkan tersebut langsung didekatkan pada busi, sehingga menjadi sangat mudah terbakar, dan proses pembakarannya jadi lebih sempurna, meskipun perbandingan campuran udara bensinnya sangat kurus. Walhasil pemakaian bensin menjadi sangat hemat, emisi HC CO lebih bersih kalau dibandingkan dengan mesin yang memakai sistem injeksi konvensional atau karburator.

Perbandingan campuran Ideal
Berdeda waktu mesin bekerja dengan beban yang lebih moderat, maka perbandingan campurannya diatur ideal (lambda=1).
Karena bensin diinjeksikan selama langkah isap langsung ke dalam silinder mesin, tentu saja campuran udara bensin menjadi lebih homogen, lalu timing pengapian diatur dengan saat yang tepat, akan menghasilkan emisi yang dapat direduksi oleh katalitik converter.

Beban Penuh
Pada waktu beban penuh (mobil dalam keadaan menanjak misalnya), perbandingan campuran udara-bensin dibuat sedikit lebih gemuk, proses penyemprotan sama seperti perbandingan campuran ideal yaitu bensin disemprotkan saat langkah isap langsung ke dalam silinder mesin, hal ini dimaksudkan agar terjadi campuran udara bensin yang lebih homogen serta mencegah detonasi•
Mesin injeksi langsung GDI juga bisa dilengkapi dengan teknologi lain seperti variabel valve timing (VVTi) ataupun variable intake manfold maupun dengan EGR untuk mengurangi emisi NOx saat perbandingan campuran udara-bensin sangat kurus dan suhu pembakaran yang tinggi.

Sejarah GDI
Sebenarnya teknologi Gasoline Direct Injection diperkenalkan pada pesawat udara ringan produksi untuk Perang Dunia II, dibuat/didesain oleh Jerman (Daimler Benz) dan Uni Soviet (KB Khimavtomatika).

Sedangkan teknologi GDI pertama untuk otomotif dikembangkan oleh Bosch, dan diperkenalkan oleh Goliat dan Gutbrod pada tahun 1952.

Tahun 1955, Mercedes-Benz 300SL adalah mobil sport pertama yang menggunakan system injeksi bensin langsung. Injektor ditempatkan lansung ke arah sisi silinder mesin seperti halnya mesin diesel, tetapi menggunakan busi untuk membakar campuran udara-bensinnya dan busi ditempatkan ditengah-tengah kepala silinder.

Namun kemudian hari aplikasi sistem ini tidak disukai karena injeksi tak langsung (injeksi konvensional) seperti yang kita jumpai sekarang lebih murah dibandingkan sistem injeksi langsung yang pertama kali diterapkan tersebut..

Selama tahun 1970-an, Ford Motor Company mengembangkan mesin yang mereka sebut dengan "ProCo" (“Programmed Combustion” / pembakaran diprogramkan), menggunakan pompa bertekanan tinggi yang unik lalu bensin disemprotkan langsung ke dalam silinder.
Seratus mobil Crown Victoria telah dibuat oleh Ford Atlanta di Hapeville-Georgia, menggunakan mesin V8 ProCo. Lalu proyek ini dibatalkan begitu saja karena beberapa alasan, diantaranya masalah sistem kontrol elektronis sebagai alasan utama.

Mulai saat itu adalah merupakan era awal dari sistem injeksi bensin langsung diaplikasikan pada mobil, meskipun untuk membuat pompa dan injektornya diperlukan biaya yang sangat tinggi.
Masalah selanjutnya terjadi akibat pembakaran dengan perbandingan campuran udara bensin yang sangat kurus yaitu emisi NOx yang tinggi dan melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh EPA (Environment Protection Agency). Namun seiring dengan berjalannya waktu dan diterapkannya 3 way catalytic converter untuk mereduksi HC, CO dan NOx, maka emisi NOx yang dihasilkan oleh mesin GDI dapat direduksi sampai batas minimal.

Pada tahun 1996 sistem injeksi bensin langsung (GDI) muncul kembali di pasar otomotif. Mitsubishi Motors adalah yang pertama merebut pasar Jepang dengan mesin GDI pada Galant / Legnum, mesin seri 4G93 1.8 4L, yang kemudian dibawa ke pasar Eropa pada tahun 1997 dengan nama Mitsubishi Carisma,
Di tahun yang sama Mitsubishi Galant dengan dapur pacu 2.4L GDI juga dipasarkan di Eropa, namun kedua mobil tersebut mengalami masalah pada emisi dan effisiensi konsumsi bahan bakarnya tidak seperti yang diharapkan, karena waktu itu bensin di Eropa masih mengandung sulfur yang cukup tinggi,

Meskipun demikian akhirnya Mitsubishi berhasil mengembang mesin GDI yang lebih baik pada tahun itu juga yaitu mesin 6G74 3.5 L V6, Mitsubishi menerapkan teknologi ini secara luas serta memproduksi lebih dari satu juta mesin GDI dalam berbagai tipe/variant.

Pada tahun 2001, PSA Peugeot Citroën dan Hyundai Motors menggunakan lisensi Mitsubishi untuk menadopsi teknologi GDI

Lalu Daimler-Chrysler juga memproduksi mesin khusus GDI pada tahun 2000, pada umumnya mesin GDI tersebut harus menggunakan bensin dengan sulfur yang rendah. Alhasil sampai saat ini sudah banyak produsen mobil yang membuat mesin GDI, namun demikian produksi mesin tersebut masih menjadi merek terdaftar pada Mitsubishi Motor.

Renault memperkenalkan mesin 2.0 IDE (Direct Injection Essense) tahun 1999,
dipakai untuk Renault Megane dan diteruskan pada Renault Laguna.

Toyota juga ikut-ikutan memperkenalkan GDI pada mesin bensin, tahun 2000, diaplikasikan pada Toyota Avensis mesin 2GR-FSE V6
Toyota menggunakan kombinasi injeksi langsung dan tidak langsung, berarti sistem ini menggunakan dua injeksi per silinder, injektor EFI biasa dikombinasikan dengan injektor GDI yang baru.

Kemudian mesin GDI terus dikembangkan dan saat ini telah dipasarkan mesin GDI dengan kinerja tinggi.

Volkswagen / Audi memperkenalkan mesin GDI pada tahun 2000, dengan nama Fuel Stratified Injection (FSI), teknologi ini diadaptasi dari mobil balap prototype Le Mans Audi.
Lalu Alfa Romeo memperkenalkan JTS pertama mereka pada tahun 2002 dan BMW memperkenalkan GDI pada mesin V12 BMW N73 tahun 2003. BMW pada awalnya menggunakan injektor tekanan rendah, namumn akhirnya mereka memperkenalkan generasi kedua yang disebut dengan sistem High Precision Injection N52 di perbaiki dan diperbaharui terus sampai tahun 2006.

General Motors telah merencanakan untuk menghasilkan berbagai mesin GDI pada tahun 2002, namun sejauh ini hanya tiga mesin GDI telah diperkenalkan pada tahun 2004, Sebuah versi mesin 2.2 L Ecotec digunakan pada Opel Vectra tahun 2005, lalu mesin 2.0 L Ecotec dengan teknologi VVT untuk Opel GT yang baru, setelah itu Pontiac Solstice GXP, Vauxhall GT, juga Opel Speedster dan Saturn Sky Red Line tahun 2007 . Selanjutnya mesin 3,6 L LLT disediakan untuk dapur pacu generasi kedua Cadillac CTS serta Cadillac STS.

Pada tahun 2004 Isuzu Motors juga tidak mau ketinggalan mereka membuat mesin GDI untuk mobil Isuzu Rodeo yang dipasarkan di Amerika,

Mazda ikutan pula memakai mesin GDI pada tipe Mazda 6 versi Mazdaspeed / 6 MPS, Mazda CX-7 SUV, mereka menyebutnya dengan istilah Direct Injection Spark Ignition (DISi).

Bertujuan meningkatkan effisiensi penggunaan BBM dan menghasil daya mesin yang lebih besar meskipun ber-CC kecil, misalnya saat ini mesin GDI 1200 CC dapat membangkitkan daya lebih dari 150Hp, maka tidaklah mengherankan bilamana GDI pada masa-masa mendatang akan cepat menggantikan mesin injeksi konvensional yang kita geluti saat ini.

Apakah kita sudah siap?

Semoga bermanfaat!

Selasa, 01 Maret 2011

EMISI GAS BUANG

Oleh Junisra Syam
Excellence Automotive Training International

Emisi yang dihasilkan oleh mesin akibat proses pembakaran bahan bakar harus direduksi untuk kepentingan umat manusia dan lingkungan, emisi berbahaya yang dikeluarkan oleh mesin bensin terdiri dari HC (hidrokarbon), CO (karbon monoksida) serta Nitrogen Oksid (NOx) harus direduksi sedemikian rupa sehingga tidak melampaui ambang batas aturan/regulasi yang telah ditetapkan suatu Negara.

Kampanye udara bersih yang diluncurkan sejak tahun 1977 telah menetapkan suatu keputusan mengenai ambang batas emisi berbahaya yang dikandung oleh gas buang kendaraan.

Untuk memenuhi ambang batas emisi, maka produsen kendaraan telah menciptakan dan melengkapi berbagai sistem pada kendaraannya guna mereduksi emisi berbahaya pada mesin.

Yang pertama mereka lakukan adalah apa yang disebut dengan “feedback fuel control systems”, sebuah sensor oksigen dipasang di pangkal saluran buang/knalpot berfungsi untuk mengukur kadar oksigen yang terkandung dalam gas buang.

Oksigen sensor mengirimkan sinyal tegangan ke ECU sesuai dengan kadar oksigen yang dikandung dalam gas buang, dari hasil sinyal tegangan sensor ini, ECU secara akurat mengatur perbandingan campuran udara-bensin.
Seperti kita ketahui bahwa perbandingan campuran udara-bensin ideal (lambda=1) akan mengasilkan emisi yang lebih baik.
Secara bersamaan waktu ECU mengatur perbandingan campuran udara-bensin, sekaligus juga mengatur saat pengapian yang sesuai dengan segala keadaan opersional mesin.

ECU juga harus mampu memantau dan mendiagnosa sendiri, jika terdapat kesalahan pada komponen manajemen mesin, ECU akan menyalakan lampu control engine (MIL) sehingga pengemudi mengatahui bahwa telah terjadi kesalahan pada manajemen dan seharusnya kendaraan tersebut dibawa kebengkel untuk perbaikan.

Ada beberapa perangkat pengontrol emisi yang populer terpasang pada mesin mobil Anda yaitu:

CATALYTIC CONVERTER, PCV VALVE, EGR VALVE, CHARCOAL CANISTER
AIR INJECTION,
,
CATALYTIC CONVERTER
Setidaknya ada 3 cara untuk mereduski emisi mesin bensin yaitu;
1. Mengusahakan terbakarnya campuran udara-bensin dengan sempurna dalam silinder mesin, bila campuran udara-bensin terbakar sempurna/habis terbakar semuannya maka emisi yang dihasilkan menjadi relatif rendah.
2. Uap bensin (HC) yang berlebih dikembalikan ke silinder mesin untuk dibakar kembali.
3. Menyediakan area tambahan untuk proses oksidasi atau melanjutkan proses pembakaran emisi yang berbahaya pada saluran knalpot sebelum gas buang tersebut keluar ke udara terabuka. Area tambahan itu disebut catalytic converter, yang kelihatannya hanya seperti sebuah resonansi knalpot saja.
Di dalam catalytic converter terdapat seperti palet atau sarang lebah yang terbuat dari platina atau paladium. Platina dan paladium digunakan sebagai katalis (katalis adalah zat yang digunakan untuk mempercepat proses kimia). Hidrokarbon (HC) atau karbon monoksida (CO) pada gas buang jika melewati katalis, secara kimiawi teroksidasi atau dikonversi menjadi karbon dioksida (CO) dan air (H2O).
Catalytic Converter juga bekerfungsi sebagai peredam pada knalpot dan juga dapat menyaring/menangkap kotoran-kotoran akibat proses pembakaran, biasanya kotoran tersebut juga terbakar karena suhu catalytic converter yang panas.
Jika terlalu banyak kerak kotoran yang dihasilkan mesin maka catalytic converter semakin bekerja berat, karena semakin banyak panas yang mengumpul pada catalytic, sehingga pada bebrapa kasus catalytic dapat berpijar karena panas yang berlebihan lalu lama kelamaan catalytic akan menjadi rusak..
Bensin bertimbal juga dapat menyebabkan kerusakan catalytic converter karena timbal (timah hitam) yang tidak terbakar dalam silinder mesin akan terbuang keluar meliwati catalytic converter, lalu timbel tersebut menempel pada permukaan/kisi platinum/palladium sehingga menyebabkan kerja catalytic tidak efektif lagi..
Itulah sebabnya semua bensin yang dijual di pasaran harus bebas timbel (Unleaded Fuel) agar tidak merusak catalytic converter.

PCV VALVE
Tujuan dari PCV (Positive Crankcase Ventilation) sistem, adalah mengembalikan uap bensin (HC) yang bocor dari slinder mesin lalu dikembalikan sedemikian rupa ke saluran masuk untuk dibakar kembali.

Uap bensin tersebut tidak boleh dibuang ke udara terbuka begitu saja, tetapi harus dimasukkan kembali ke ruang bakar.
Namun uap bensin ini tentu saja akan mempengaruhi perbandingan campuran udara-bensin yang sudah ditakar sedemikian rupa oleh ECU.
Pada waktu mesin putaran idel dan perbandingan campuran udara-bensin sudah dihitung sedemikan rupa, maka diaturlah sesedikit mungkin uap bensin yang dialirkan kembali ke ruang bakar, pada saat putaran mesin tinggi barulah uap bensin diperbolehkan dimasukkan ke ruang bakar.


EGR VALVE
Tujuan dari katup resirkulasi gas buang (EGR/Exhaust Gas Recirculation) adalah untuk mengatur sebagian kecil dari gas buang dan dikembalikan masuk ke dalam silinder melalui intake manifold, hal ini bertujuan untuk menurunkan suhu ruang pembakaran, karena suhu ruang pembakaran yang berlebihan membentuk oksid nitrogen (NOx) yang tinggi, sedangkan NOx adalah polutan sangat berbahaya.

Katup EGR merupakan metode yang paling efektif untuk mengontrol oksid nitrogen (NOx), dan bekerjanya katup EGR dikontrol secara elektronis oleh ECU atau yang model lama bekerja berdasarkan kevakuman intake manifold, sehingga EGR tidak bekerja waktu mesin putaran idel, atau mesin berjalan dengan beban penuh..

CHARCOAL CANISTER
Sudah kita ketahui bahwa bensin dapat menguap dengan mudah. Di masa lalu emisi HC (uap bensin) tersebut dilepaskan begitu saja ke atmosfir. 20% dari seluruh emisi HC mobil berasal dari ventilasi tangki bensin.
Pada tahun 1970 undang-undang di AS menyatakan melarang ventilasi tangki bensin berhubunggan dengan atmosfer/udara luar.
Sebuah sistem kontrol penguapkan HC untuk ventilasi tangki bensin dikembangkan guna menghilangkan sumber polusi itu.
Cara kerja sistem kontrol ventilasi tangki adalah dengan cara mengumpulkan uap bensin yang berasal dari ventilasi ke dalam suatu wadah.
Wadah/tabung berisikan arang yang dapat pengumpulkan uap bensin dari ventilasi tangki, karena sudah menjadi sifat uap bensin dapat terhisap dan menyatu dengan serbuk arang dalam sebuah wadah yang disebut dengan canister.
Pada waktu mesin hidup, uap bensin pada arang dalam canister itu diisap dan dikembali lagi ke dalam silinder mesin untuk dibakar.
Pengaturan kembalinya uap bensin itu harus dilakukan sedemikian rupa oleh ECU atau berdasarkan kevakuman pada intake manifold mesin agar pengisapan kembali uap bensin itu tidak merubah perbandingan campuran.

AIR INJECTION
Karena tidak ada mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) 100% efisien, maka selalu ada sebagian kecil bensin (HC) yang tidak terbakar dan keluar di knalpot. Hal ini meningkatkan emisi hidrokarbon (HC).
Sisa HC yang keluar dari ruang bakar tersebut dapat dioksidasikan lagi jika pada kenalpot dimasukkan udara dengan tekanan tertentu.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa proses pembakaran bisa terjadi jika ada HC, panas dan oksigen.
Pada waktu sisa HC dalam gas buang meliwati knalpot yang suhunya panas, akan dapat dioksidasikan/dibakar kembali dengan cara menginjeksikan udara ke dalam knalpot, dengan demikian gas buang yang keluar dari knalpot kandungan HC-nya dapat direduksi.
Tidak seperti halnya katup EGR, atau CHARCOAL CANISTER, maka AIR INJECTION ini tidak akan mempengaruhi kinerja mesin karena proses air injection terjadi pada pipa knalpot,

Semoga Bermanfaat