Minggu, 29 Januari 2012

Interpretasi hasil uji Emisi ( Analisa gas buang mobil Bensin )


Interpretasi hasil uji Emisi ( Analisa gas buang mobil Bensin ).


Tujuan pengetesan emisi : memperoleh gambaran secara cepat, tentang efisiensi pembakaran di dalam mesin.

Batasan-batasan analisa dengan gas analiser :
Setiap proses pembakaran di mobil bensin, akan menghasilkan beberapa parameter gas buang yaitu CO ( carbonmonoxida ),
HC ( hydrocarbon ), CO2 ( carbondioxida ), O2 ( oksigen ), Lambda dan AFR ( air fuel ratio ). Besarnya nilai-nilai dari masing-masing parameter tersebut akan memberikan gambaran kepada kita, tentang kondisi efisiensi pembakaran.

CO ( carbonmonoxida ),
Adalah sisa bensin yang tidak terbakar dan ikut terbuang keluar lewat knalpot. Kondisi ini disebabkan oleh percampuran udara dan bahan bakar ( bensin ) didalam mesin yang tidak seimbang, dimana jumlah bagian bensinnya lebih banyak daripada jumlah bagian udaranya, atau dengan kata lain terjadi campuran kaya / RICH
( kebanyakan bensin ). Hal-hal yang bisa menyebabkan percampuran kaya adalah :
a.     Filter udara mampet.
b.    Spuyer ( main jet/slow jet ) korosi, longgar.
c.     Stelan karburator salah.
d.    Choke menutup terus.
e.     Injector tdk mengabut dengan baik ( kencing ).
f.      Cold start injector kerja terus menerus.*
g.     Terjadi kesalahan sensor ( MAP, Air Flow, IAT, ECT dan O2sensor ). Masing-masing sensor tersebut memberikan signal tegangan yang besar ke ECU, sehingga ECU meningkatkan debit bensin.
Nilai CO yang diperbolehkan maximal 3% untuk mobil karburator dan 2% untuk mobil injeksi. Semakin kecil nilai CO semakin efisien proses pembakaran yang terjadi di mesin.
HC ( Hidrocarbon ),
Adalah sisa bensin yang tidak terbakar dan ikut terbuang keluar lewat knalpot. Kondisi ini disebabkan penyebaran panas di ruang bakar yang tidak sempurna. Adapun berbagai macam factor penyebabnya adalah :
a.     Tekanan kompresi lemah ( piston, ring piston aus, stelan/celah klep tidak tepat ( terlalu rapat ).
b.    Stelang timing tidak tepat.
c.     Kabel busi rusak/resistornya tinggi.
d.    Platina atau pickup coil rusak.
e.     Ignition coil rusak/tegangan sekundernya lemah.
f.      Pemakain type busi yang tidak tepat ( type busi dingin ).
g.     Terjadi kesalahan sensor pengapian ( CKP, CMP ).
Nilai HC yang diperbolehkan maximal 450 ppm, untuk mobil karburator dan 250 ppm untuk mobil injeksi. Semakin kecil nilai HC berarti semakin efisien proses pembakaran yang terjadi di mesin.

Lambda
Merupakan kesimpulan proses pembakaran yang terjadi di mesin, jika Lambdanya 1 ( satu ), berarti pembakaran bahan bakar dimesin sangat efisien/ideal, dalam artian komposisi percampuran udara dan bahan bakar benar-benar homogen. Namun biasanya kita sangat sulit untuk men-tune up kendaraan untuk memperoleh nilai lambda dengan angka 1 ( satu ). Oleh karenanya nilai lambda ini mempunyai posisi  range nilai 0,95 s/d 1,05. Jika nilai Lambda kurang dari angka itu berarti terjadi percampuran gemuk ( kebanyakan bensin), sedangkan jika nilai Lambda melebihi dari angka itu menandakan campuran kurus (kebanyakan udara ).
Note: saat kita memperhatikan nilai lambda, kita harus mengamati pergerakan nilai O2, jika nilai O2nya tinggi ( diatas 3% atau lebih ) ada kemungkinan terjadi kebocoran knalpot, dan jika knalpot bocor, maka nilai lambda tidak bisa dipakai sebagai patokan kesempurnaan pembakaran.

AFR ( Air Fuel Ratio )
Menunjukkan jumlah bagian udara yang terjadi di ruang pembakaran mesin. Idiealnya mesin yang efisien mempunyai nilai AFR 14,7. Namun dalam kenyataannya kita tidak bisa/sulit mengkondisikan mesin/men-tune up mesin untuk mendapatkan nilai AFR sebesar 14,7. Oleh karenanya nilai AFR ini berkisar antara 14,5 s/d 15,5. Apabila nilai AFR kurang dari angka itu/lebih rendah, maka terjadi percampuran gemuk(kebanyakan bensin), sebaliknya jika nilai AFR melebihi dari angka itu berarti terjadi percampuran kurus ( kebanyakan udara ).
Note: saat kita memperhatikan nilai AFR, kita harus mengamati pergerakan nilai O2, jika nilai O2nya tinggi ( diatas 3% atau lebih ) ada kemungkinan terjadi kebocoran knalpot, dan jika knalpot bocor, maka nilai AFR tidak bisa dipakai sebagai patokan kesempurnaan pembakaran.

Carbondioxida ( CO2 )
Homogenitas percampuran udara dan bahan bakar serta efisiensi pembakaran sebuah mesin bensin bisa dilihat dari besarnya nilai CO2. Untuk proses pembakaran yang paling sempurna nilai CO2 sebesar 16%, namun kita susah mengkondisikan hal tersebut. Olehkarenanya nilai CO2 berkisar antara 12% s/d 16%.
 Note: saat kita memperhatikan nilai CO2, kita harus mengamati pergerakan nilai O2, jika nilai O2nya tinggi ( diatas 3% atau lebih ) ada kemungkinan terjadi kebocoran knalpot, dan jika knalpot bocor, maka nilai CO2 tidak bisa dipakai sebagai patokan kesempurnaan pembakaran.

 Oksigen ( O2 )
Setiap terjadi proses pembakaran bensin, selalu memerlukan udara untuk membentuk homogenitas campuran udara dan bahan bakar sehingga mudah dibakar dengan api busi. Besarnya nilai O2 yang diijinkan adalah maximal 2%, semakin kecil semakin bagus, yang berarti udara yang masuk ke mesin dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk pembakaran. Namun ada kalanya nilai O2 sangat extreme tinggi ( lebih besar dari 2 % ), hal ini biasanya pertanda knalpot bocor. Oleh karenanya jika terjadi kebocoran di knalpot maka, nilai-nilai O2, Lambda, AFR dan CO2, tidak bisa sebagai patokan kesempurnaan pembakaran.


CATATAN :
Dalam setiap design mesin sudah diperhitungkan secara matang, untuk mendapatkan efisiensi pembakaran, dengan jalan mengontrol aliran udara dan bahan bakar sebagus mungkin, sehingga setelah kedua zat tersebut bertemu diruang bakar, campuran yang terjadi adalah campuran yang IDEAL/Homogen.
Tetapi dalam kenyataannya, sering terjadi campuran kaya ( banyak bensin ) dan campuran kurus ( banyak udara ). Dalam hal ini terjadinya campuran kurus bukan berarti lubang udaranya menjadi besar volumenya, tetapi justru debit bensin yang dikucurkan ke mesin, berkurang. Problem yang sering terjadi karena lemahnya pompa bahan bakar, injector mampet/buntu, filter bensin kotor atau saluran bahan bakar kotor.


sensor /actuator pada sistem electronic fuel injection


List sensor /actuator pada sistem electronic fuel injection :


  1. Throtle Position Sensor ( TPS ), adalah sensor yang digunakan untuk mengetahui posisi pedal gas dalam keadaan tertekan atau bebas. Jika ditekan/digas maka valuenya besar dan jika tidak ditekan valuenya kecil.
  2. Manipold Absolute Pressure ( MAP ), sensor yang digunakan untuk mengetahui kondisi kevacuuman intake manipold. Sensor ini akan mengeluarkan pulsa tegangan besar jika kevacuuman intake manipold berkurang ( pedal gas diinjak ) atau sebaliknya.
  3. Air Flow Sensor ( AFS ), adalah sensor yang digunakan untuk mengetahui banyak sedikitnya udara yang akan masuk ke dalam intake manipold. Biasanya sensor ini dipasang sesudah filter udara dan akan memberikan pulsa tegangan semakin besar jika udara yang melewatinya semakin banyak atau sebaliknya. Sensor ini ada yang meneybutnya AFM ( Air flow meter ) atau juga MAF ( Mass Air Flow ).
  4. Intake Air Temperature Sensor ( IAT ), adalah sensor yang digunakan untuk mengetahui suhu udara masuk ke intake manipold, semakin dingin suhu udara masuk maka akan semakin besar pulsa tegangan yang dikirimkan ke ECU, sehingga supllai bensin ke injector juga semakin besar.
  5. Idle Air Control ( IAC ), adalah part yang mendeteksi/mengendalikan suplai udara ke intake manipold pada saat putaran idle ( langsam ). Sensor ini bisa beerupa solenoid, motor listrik atau bekerja sesuai dengan suhu air pendingin. Dibeberapa sistem kendaraan sering disebut Idle Speed Control ( ISC ) atau juga Idle Step Motor.
  6. Injector, adalah perangkat electronic yang diperintah oleh ECU untuk membuka /menutup katup electronic sehingga bensin bisa menyemprot ke silinder.
  7. Crankshaft Position Sensor ( CKP ), sensor yang mendeteksi adanya putaran mesin. Jika sensor ini dipasang dekat dengan poros nok/katup, disebut Camshaft Position Sensor ( CMP ). Kedua sensor tersebut disamping berfungsi untuk mengetahui adanya putaran mesin juga berfungsi untuk mengendalikan sistem pengapian mesin tersebut.
  8. Coolant Temperature Sensor ( CTS ) atau Water Temperature Sensor ( WTS ) adalah sensor untuk mengetahui kondisi suhu air pendingin. Semakin dingin suhu air pendingin maka semakin banyak bensin yang disemprotkan ke silinder.
  9. Top Dead Center Sensor ( TDC ) adalah sensor yang digunakan untuk mengetahui titik mati atas silinder nomor satu. Hal ini biasanya digunakan untuk menentukan firing order ( FO ).
  10. Vehicle Speed Sensor ( VSS), adalah sensor untuk mengetahui kecepatan kendaraan, biasanya dihubungkan dengan poros output transmisi.

Jumat, 27 Januari 2012

UPAYA KEPALA SEKOLAH DALAM MENJALANKAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN


PENDAHULUAN
A.           LATAR BELAKANG
Pemerintah telah mencanangkan wajib belajar 9 tahun bagi anak Indonesia, kemudian akan diteruskan menjadi 12 tahun, mereka menyelesaikan tahapan pendidikan, dan setelah lulus menempuh pendidikan akan terjun ke masyarakat. Diharapkan oleh masyarakat bahwa apa yang dipelajari oleh anak-anak di sekolah dapat dimanfaatkan dalam sisa kehidupannya. Sehingga sekolah yang dapat menghasilkan lulusan dengan kompetensi yang bermutu, yang nantinya bisa bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.
Suatu pertanyaan muncul yang ditujukan kepada pengelola sekolah, “Apakah mutu pendidikan disekolah sudah cukup baik ? dan bagaimana cara meningkatkan mutu pendidikan di sekolah ?” dimana alumninya akan terjun ke masyarakat dengan segala macam perubahan yang terjadi begitu cepat dan terus menerus? Jika pengalaman yang didapat semasa tahapan pendidikan tidak dapat dipergunakan untuk kehidupannya maka apa yang seharusnya dilakukan oleh sebuah sekolah. Kerisauan tentang rendahnya daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia di pasar global menyimpan satu pertanyaan, apa yang seharusnya dibenahi dengan pendidikan di sekolah kita? Pendidikan yang bermutu tercermin pada sekolah yang bermutu. Sekolah yang bermutu menghasilkan SDM yang bermutu.  “Bila pendidikan berhasil orang juga akan berhasil”, mengisyaratkan bahwa diperlukan mutu pendidikan agar menghasilkan SDM yang bermutu.
Salah satu pendekatan yang dipilih di era desentralisasi sebagai alternatif peningkatan mutu pendidikan persekolahan adalah pemberian otonomi yang luas di tingkat sekolah serta partisipasi masyarakat yang tinggi dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Pendekatan tersebut dikenal dengan model Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah (MPBS) atau School Based Management. Di Negara kita, pelembagaan MBS dipandang urgen atau mendesak.
Hal itu sejalan dengan tuntutan masyarakat agar lembaga pendidikan persekolahan dapat dikelola secara lebih demokratis dibandingkan dengan pola kerja ‘’dipandu dari atas’’ sebagaimana dianut oleh negara yang menerapkan pemerintahan sentralistik. Persoalan utama di sini bukan terletak pada apakah format manajemen sekolah yang dipandu secara sentralistik itu lebih buruk ketimbang pendekatan MBS yang memuat pesan demokratisasi pendidikan, demikian juga sebaliknya. Persoalan yang paling esensial adalah apakah dengan perubahan pendekatan manajemen sekolah itu akan bermaslahat lebih besar dibandingkan dengan format kerja secara sentralistik ini, terutama dilihat dari kepentingan pendidikan anak.
MBS bagi peningkatan kinerja sekolah dan perbaikan mutu hasil belajar peserta didik pada sekolah-sekolah yang menerapkannya masih harus diuji di lapangan. Prakarsa menuju perbaikan mutu melalui perubahan dari sentralisasi ke desentralisasi pengelolaan pendidikan tidak mungkin diperoleh secara segera. [1]Hal ini sejalan dengan konsep Kaizen, bahwa kemajuan dicapai bukanlah sebuah lompatan besar ke depan. Menurut Kaizen kemajuan dicapai karena perubahan-perubahan kecil yang bersifat kontinu atau tanpa henti dalam beratus-ratus dan bahkan beribu-ribu detail yang berhubungan dengan usaha menghasilkan produk atau pelayanan
Persoalan kepemimpinan selalu menjadi perbincangan dan kajian menarik yang tiada hentinya karena merupakan hal yang esensial dan substansial dalam hidup dan kehidupan sepanjang hayat manusia. Keberhasilan seorang pemimpin dapat dinilai dari sejauh mana ia dapat mengelola sumber-sumber daya dalam organisasi secara efektif dan efesien.
Menurut Stephen R covey factor terpenting keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh pemimpinnya[2]. Pemimpin yang efektif akan dapat memotivasi seluruh perangkat personalnya untuk memajukan organisasi dan mencapai tujuan organisasi dengan baik. Seorang pemimpinlah yang menentukan jalannya organisasi, sasaran yang ingin dicapai baik internal maupun eksternal, asset dan skill yang diperlukan, kesempatan dan resiko yang dihadapi. Tantangan yang ada sekarang ini adalah perubahan sosial, inovasi teknologi dan peningkatan kompetensi.
Pemimpin disekolah adalah kepala sekolah dimana masih banyaknya kepala sekolah yang tidak memenuhi standar kompetensinya. Departemen pendidikan nasional telah melakukan uji kompetensi berdasarkan peraturan mentri pendidikan nasional tahun 2007 lebih dari 400 kepala sekolah dari lima propinsi yang mengikuti tes hasilnya banyak kepala sekolah yang kurang kompeten. Apalagi setelah diberlakukannya otonomi daerah, pengangkatan kepala sekolah menjadi wewenang kepala daerah sehingga pengangkatan jarang disertai pelatihan dan berbau politik bukan profesionalitas pendekatannya.
Untuk menjaga konsistensi mutu pendidikan disekolah  yang dihasilkan dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat atau pelanggan, perlu dilakukan pengendalian mutu (quality control) atas aktivitas proses yang dijalani. Dari pengendalian mutu yang berdasarkan inspeksi dengan penerimaan produk yang memenuhi syarat dan penolakan yang tidak memenuhi syarat sehingga banyak bahan, tenaga, dan waktu yang terbuang, muncul pemikiran untuk menciptakan sistem yang dapat mencegah timbulnya masalah mengenai mutu agar kesalahan yang pernah terjadi tidak terulang lagi.
Menurut W. Edward Deming, mutu harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan masa mendatang. Crosby berpendapat bahwa mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availibility, delivery, reliability, mantainability, dan cost effectiveness. Sedang menurut A.V. Feigenbaum, mutu merupakan keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance melalui mana produk dan jasa dalam pemakaian akan sesuai dengan harapan pelanggan. Pendapat David L. Goetsch dan Stanley Davis bahwa mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan. Mutu memerlukan suatu proses perbaikan yang terus-menerus (conituous improvement process) dengan individual yang dapat diukur Situasi dan kondisi yang telah dipaparkan di atas membawa konsekuensi logis kepada penulis dengan mengambil judul makalah ini adalah : UPAYA KEPALA SEKOLAH DALAM MENJALANKAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

B.     TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini untuk menyelesaikan tugas matakuliah Manajemen Berbasisi Sekolah
C.     METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan ini dengan menggunakan studi pustaka





PEMBAHASAN
A.    KEPALA SEKOLAH
Pada bagian ini penulis tidak akan melihat kepala sekolah sebagi pribadi tetapi kepala sekolah sebagai sistem dimana kepala sekolah memerlukan keterampilan untuk memimpin sekolah yang berorintasi pada mutu. Keberhasilan suatu manajemen tidak terlepas dari peran pemimpin dan keterampilan yang dimilikinya. [3]Luthan menawarkan lima keterampilan pemimpin yaitu :
1.      Cultural flexibility.
Kepala sekolah selaku pemimpin di sekolah sangat mungkin akan dihadapkan pada warga sekolah dengan latar kultur yang beragam, baik guru, staf, maupun sisrwa. Oleh karenanya kepala sekolah dituntut untuk dapat menghargai keberagaman kultur ini agar aktivitas dalam organisasi sekolah dapat berjalan dengan baik.
2. Comunication skill.
Keterampilan komunikasi sangat penting bagi kepala sekolah karena hampir sebagian tugas dan pekerjaan kepala sekolah senantiasa melibatkan orang lain. Komunikasi yang efektif akan sangat membantu keberhasilan organisasi secara keseluruhan.
3. Human resource development,
merupakan keterampilan pemimpin yang berkenaan dengan pengembangan iklim pembelajaran (learning climate), mendesain program pelatihan, pengembangan informasi dan pengalaman kerja. Seorang kepala sekolah di samping harus mampu melaksanakan proses manajemen yang merujuk pada fungsi-fungsi manajemen, juga dituntut untuk memahami sekaligus menerapkan subtansi kegiatan pendidikan.
4. Creativity.
Seorang kepala sekolah dituntut untuk memiliki keterampilan dalam menciptakan iklim kreativitas di lingkungan sekolah yang mendorong seluruh warga sekolah untuk meagembangkan berbagai kreativitas dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.
5. Self management af learning.
Dalam hal ini kepala sekolah dituntut untuk senantiasa mernperbaharui pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya karena kepala sekolah bertugas untuk melakukan pendayagunaan setrap personal secara tepat dan manajernen pendidikan merupakan sistem yang terus mengalami perubahan, untuk menghadapi hal tersebut, kepala sekolah dituntut untuk membuka diri terhadap hal-hal baru dan terus belajar agar organisasi dapat bersaing secara global.  

Lima keterampilan seorang pemimpin yaitu Cultural flexibility, Comunication skill, Human resource development, Creativity, dan  Self management af learning merupakan persyaratan dasar yang harus dipenuhi dan dilatih oleh seorang pemimpin di sekolah. Sehingga keterampilan tersebut dapat terus berkembang untuk meningkatkan dan melaksanakan MBS sehingga mutu pendidikan disekolah terus meningkat. Keterampilan tersebut bukan hanya untuk dimiliki tapi diasah terus sehingga tujuan dan target sekolah bisa dicapai sesuai keinginan pelanggan.
Terkait dengan kepemimpinan dalam sebuah organisasi, [4]Stpehen Covey menggambarkan empat peran kepemimpinan yaitu:1. Panutan (modeling)2. Perintis3. Penyelaras4. Pemberdaya Empat peran pemimpin yaitu sebagai teladan, perintis, penyelaras dan pemberdaya, merupakan peran yang harus menjadi semangat dan jiwa seorang pemimpin tidak akan berhasil manajemen di                                                                                                                                                                        sekolah di tegakan secara konsisten kalau teladan atau panutan tidak bisa dijalankan secara konsisten oleh kepala sekolah, bagaimanapun seorang karyawan dan guru akan melihat konsistensi kepala sekolah dalam menjalankan aturan aturan yang berlaku. Sehingga semua komponen yanga da disekolah akan bekerja secara sukarela dan termotivasi.
Peraturan menteri pendidikan nasional nomor 13 tahun 2007 tentang standar kepala sekolah/madrasah kepala sekolah[5] harus mempunyai kompetensi sebagai berikut :1. Kompetensi Kepribadian 2. Kompetensi Manajerial 3. Kompetensi Kewirausahaan 4. Kompetensi Supervisi 5. Kompetensi Sosial
Kalau kita lihat dari tuntutan pemerintah tentang kompetensi kepala sekolah yaitu Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Manjerial, Kompetensi Kewirausahaan, Kompetensi Supervisi, dan  Kompetensi Sosial ternyata untuk kompetensi manajeriallah yang paling banyak, sehingga sejalan dengan pendapat para ahli bahwa sebuah organisasi atau sekolah tergantung dari seorang pemimpin yang menguasai ilmu tentang manajemen  dan bisa diterapkan dengan konsisten dan utuh sehingga pendidikan di sekolah bisa bermutu.
B.     MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Secara yuridis ketetapan lahirnya Manejemen Berbasis Sekolah di Indonesia bergulir sejak era reformasi. Hal ini telah ditetapkan dalam peraturan perundangan tentang UU Otonomi Daerah, UU No 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah, dan UU No 25 tentang perimbangan kekuatan keuangan antara Pusat dan Daerah (kini disempurnakan menjadi UU No 32 tahun 2004 dan UU No 33 tahun 2004), yang telah mengubah segala peraturan dari yang bersifat sentralistik (top down) menjadi desentralisasi. Pemerintah pusat telah memberikan kewenangan bagi masing-masing daerah untuk mengatur atau mengurus segalah urusan rumah tangga daerahnya masing-masing termasuk dalm hal pendidikan. Ada berbagai alasan yang mendasari diterapkannya manajemen pendidikan berbasis sekolah di Indonesia.
1.      Kebijakan otonomi daerah yang mendorong diterapkannya desentralisasi pendidikan, sehingga daerah dan masyarakat diberikan peluang yang lebih besar untuk mengambil keputusan dalam bidang pendidikan.
2.      keinginan pemerintah untuk mendemokrasikan kehidupan masyarakat sipil Indonesia (demokratisasi masyarakat madani), termasuk demokratisasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
3.      Keterbatasan dana pendidikan pemerintah, terutama akibat krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan, sehingga pemerintah kurang mampu untuk membiayai pendidikan di seluruh Indonesia secara optimal.
4.      keanekaragaman masyarakat Indonesia, sehingga pendidikannya kurang efektif jika dikelola secara sentralistik oleh pemerintah tanpa melibatkan partisipasi masyarakat.
5.      Pada kenyataannya sejak dulu masyarakat telah berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, sekalipun memiliki keterbatasan.
Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan
Tujuan utama adalah untuk mengembangkan prosedur kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan semua potensi individu yang tergabung dalam tim tersebut. Sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, ia bukan merupakan lembaga yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah bergantung pada masyarakat, sekolah adalah lembaga sosial yang berfungsi untuk melayani anggota masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat adalah pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya.
Berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama, yaitu: 1. Merencanakan (planning), 2. Mengorganisasikan (organizing), 3. Mengarahkan (directing), 4. Mengkoordinasikan (coordinating), 5. Mengawasi (controlling), dan 6. Mengevaluasi (evaluation).
Manajemen adalah ilmu dan seni merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan, mengorganisasikan, serta mengawasi tenaga manusia dengan bantuan alat-alat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sejak beberapa waktu terakhir, kita dikenalkan dengan pendekatan “baru” dalam manajemen sekolah yang diacu sebagai manajemen berbasis sekolah (school based management) atau disingkat MBS..
Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa tak berdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi.
Satu implikasi penting adalah bahwa para pemimpin sekolah harus memiliki kapasitas membuat keputusan terhadap hal-hal signifikan terkait operasi sekolah dan mengakui dan mengambil unsur-unsur yang ditetapkan dalam kerangka kerja pusat yang berlaku di seluruh sekolah.
MBS adalah strategi untuk meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan penting dari pusat dan daerah ke tingkat sekolah. Dengan demikian, MBS pada dasarnya merupakan sistem manajemen di mana sekolah merupakan unit pengambilan keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, murid, dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.
Penerapan MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS sebagai berikut :
1.      Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
2.      Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
3.      Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
4.      Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
5.      Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
6.      Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level.
Penting artinya memiliki kesepakatan tertulis yang memuat secara rinci peran dan tanggung jawab dewan pendidikan daerah, dinas pendidikan daerah, kepala sekolah, dan dewan sekolah. Kesepakatan itu harus dengan jelas menyatakan standar yang akan dipakai sebagai dasar penilaian akuntabilitas sekolah. Setiap sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang mencakup “seberapa baik kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah menggunakan sumber dayanya, dan apa rencana selanjutnya.” Dengan kata lain, penerapan MBS mensyaratkan yang berikut.
1.      MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.
2.      MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap.
Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS secara berhasil.
3.      Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya, pada saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang baru.
4.      Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur.
5.      Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para guru dan orang tua murid.
C.     MUTU PENDIDIKAN
Menurut W. Edward Deming, mutu harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan masa mendatang. Crosby berpendapat bahwa mutu adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availibility, delivery, reliability, mantainability, dan cost effectiveness. Sedang menurut A.V. Feigenbaum, mutu merupakan keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance melalui mana produk dan jasa dalam pemakaian akan sesuai dengan harapan pelanggan. Edaward Sallis berpendapat mutu dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang memuaskan  dan melampaui keinginan dan kebutuhn pelanggan[6]. Pendapat David L. Goetsch dan Stanley Davis bahwa mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan. Mutu memerlukan suatu proses perbaikan yang terus-menerus (conituous improvement process) dengan individual yang dapat diukur
Dalam rangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.
Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai .
D.    UPAYA KEPALA SEKOLAH DALAM MENJALANKAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
Dalam upaya kepala sekolah menjalankan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini diharapkan sekolah dapat bekerja dalam koridor - koridor tertentu antara lain sebagai berikut ; Sumber daya; sekolah harus mempunyai fleksibilitas dalam mengatur semua sumber daya sesuai dengan kebutuhan setempat. Selain pembiayaan operasional/administrasi, pengelolaan keuangan harus ditujukan untuk : (i) memperkuat sekolah dalam menentukan dan mengalolasikan dana sesuai dengan skala prioritas yang telah ditetapkan untuk proses peningkatan mutu, (ii) pemisahan antara biaya yang bersifat akademis dari proses pengadaannya, dan (iii) pengurangan kebutuhan birokrasi pusat. Pertanggung-jawaban (accountability); sekolah dituntut untuk memilki akuntabilitas baik kepada masyarakat maupun pemerintah. Hal ini merupakan perpaduan antara komitment terhadap standar keberhasilan dan harapan/tuntutan orang tua/masyarakat. Kurikulum; sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum baik dari standar materi (content) dan proses penyampaiannya. Melalui penjelasan bahwa materi tersebut ada mafaat dan relevansinya terhadap siswa, sekolah harus menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan melibatkan semua indera dan lapisan otak serta menciptakan tantangan agar siswa tumbuh dan berkembang secara intelektual dengan menguasai ilmu pengetahuan, terampil, memilliki sikap arif dan bijaksana, karakter dan memiliki kematangan emosional. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini yaitu; pengembangan kurikulum tersebut harus memenuhi kebutuhan siswa. Bagaimana mengembangkan keterampilan pengelolaan untuk menyajikan kurikulum tersebut kepada siswa sedapat mungkin secara efektif dan efisien dengan memperhatikan sumber daya yang ada. Pengembangan berbagai pendekatan yang mampu mengatur perubahan sebagai fenomena alamiah di sekolah.
Personil sekolah; sekolah bertanggung jawab dan terlibat dalam proses rekrutmen (dalam arti penentuan jenis guru yang diperlukan) dan pembinaan struktural staf sekolah (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan staf lainnya). Sementara itu pembinaan profesional dalam rangka pembangunan kapasitas/kemampuan kepala sekolah dan pembinaan keterampilan guru dalam pengimplementasian kurikulum termasuk staf kependidikan lainnya dilakukan secara terus menerus atas inisiatif sekolah.
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dalam menjalankan MBS disekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan diperlukan kompetensi dan keterampilan kepala sekolah yang baik dimana Cultural flexibility, Comunication skill, Human resource development, Creativity, dan  Self management af learning merupakan persyaratan dasar yang harus di kuasai oleh kepala sekolah. Empat peran kepemimpinan yaitu:1. Panutan (modeling)2. Perintis3. Penyelaras4. Pemberdaya merupakan peran yang harus menjadi semangat dan jiwa seorang pemimpin tidak akan berhasil manajemen di sekolah jika penegakan tidak secara konsisten. Tuntutan pemerintah tentang kompetensi kepala sekolah yaitu Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Manjerial, Kompetensi Kewirausahaan, Kompetensi Supervisi, dan  Kompetensi Sosial ternyata untuk kompetensi manajeriallah yang paling banyak, sehingga sejalan dengan pendapat para ahli bahwa sebuah organisasi atau sekolah tergantung dari seorang pemimpin yang menguasai ilmu tentang manajemen  dan bisa diterapkan dengan konsisten dan utuh sehingga pendidikan di sekolah bisa bermutu.
Keterampilan, peran dan kompetensi kepala sekolah diatas jika dijalankan oleh kepala sekolah untuk menjalankan MBS di sekolah dalam upaya peningkatan mutu akan cepat terselesaikan, dimana semua komponen sekolah bisa di manfaaatkan untuk peningkatan mutu dengan tujuan yang terarah, tetapi cepat terselesaikannya ini tidak bisa seperti membalikan telapak tangan perlu proses yang bertahap dan berkesinambungan sehingga prinsip Kaizen bisa dilaksanakan di sekolah untuk menyelesaikan tujuan atau visi dan misi sekolah.
B.     REKOMENDASI
1.      Untuk peningkatan kompetensi, keterampilan dan peran kepala sekolah dalam rekrutmen kepala sekolah dinas pedidikan tidak boleh terpengaruhi oleh sistem politik di kabupaten atau kota, dalam pelaksanaanya pengawas juga harus punya kompetensi yang baik dan peran yang mumpuni sehingga data dari pengawas untuk perbaikan sekolah oleh dinas pendidikan bisa tercapai karena data yang diambil adalh data ontentik.
2.      MBS dan Total Qualiti Managemen harus terus disosialisasikan dengan baik dan dijalankan dengan konsisten dan kontiyu baik diklat atau penataran harus dilaksanakan secara terukur dan terarah agar peningkatan pemahaman warga sekolah terus meningkat.













DAFTAR PUSTAKA
Barner, Tony. 1998. Kaizen Strategies for Successful Leadership (Kepemimpinan Sukses). Jakarta: Interaksara.

Edward Sallis, Total Quality Management In Education, jogyakarta 2010 hl . 56

Fred Luthans, Perilaku Organisasi Edisi 10, Andi ,Yogyakarta, 2006 .p 153

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 Tentang  standar  kepala  sekolah / madrasah

Stephen R. Covey The, 7th HabitS Of  Highly Effective People ,2005




[1] Barner, Tony. 1998. Kaizen Strategies for Successful Leadership (Kepemimpinan Sukses). Jakarta: Interaksara.
[2] Stephen R. Covey The, 7th HabitS Of  Highly Effective People ,2005
[3] Fred Luthans, Perilaku Organisasi Edisi 10, Andi ,Yogyakarta, 2006 .p 153

[4] Stephen R. Covey The, 7th HabitS Of  Highly Effective People ,2005

[5] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 Tentang  standar  kepala  sekolah / madrasah
[6] Edward Sallis, Total Quality Management In Education, jogyakarta 2010 hl . 56

ujian kompetensi produktif

sudah mulai lagi bentar lagi anak-anak yang sudah pintar dan pinter.......