Jumat, 12 Oktober 2012

Menyoal rendahnya Kreativitas pada Dunia Pendidikan Kita


Menyoal rendahnya Kreativitas pada Dunia Pendidikan Kita

 Kreativitas merupakan istilah yang sudah sangat akrab di kalangan para guru dan pendidik di negeri ini. Hal itu kiranya dapat dipahami, karena kreativitas merupakan sebuah terminologi penting dalam dunia pendidikan dan pengajaran serta pengembangan SDM. Meskipun demikian, jika ditanyakan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan kreativitas, terlebih bagaimana kiat-kiat menumbuhkan kreativitas dalam konteks pembelajaran di sekolah, penulis tidak yakin akan semua guru dan pendidik dapat menjelaskanya, terlebih telah mempraktikannya.

Konon akibat dari kurangnya perhatian terhadap masalah ini, hingga saat ini kreativitas masih merupakan barang langka di lingkungan dunia pendidikan kita, baik di lingkungan guru maupun para siswa. Contoh langkanya kreativitas guru misalnya dapat dilihat dari masih rendahnya kuantitas partisipasi dan keterlibatan mereka dalam berbagai even kreativitas yang banyak digelar, baik di lingkungan Depdiknas maupun non-Depdiknas. Sekedar menyebut contoh, menurut informasi partisipasi guru Bahasa Indonesia SMA dan sederajat yang mengikuti LMKS (Lomba Mengulas Karya Sastra) dan LMCP (Lomba Menulis Cerita Pendek) yang diadakan oleh Dikdasmen setiap tahun rata-rata hanya diikuti oleh sekira 200-an orang guru saja. Padahal jumlah guru bahasa Indonesia yang mengajar di SMA dan sederajat (SMK dan MA), baik negeri maupun swasta di negeri ini telah mencapai ribuan orang. Gambaran yang sama juga terjadi pada kelompok guru pelajaran lainnya.

Bagaimana dengan kreativitas dari para siswa kita? Tampaknya telah berlaku hukum sebab-akibat. Kreativitas dari para siswa kita pun pada umumnya dinilai masih sangat rendah, serta tertinggal jauh jika dibandingkan dengan para siswa dari negara-negara lain. Sekedar sebuah gambaran, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hans Jellen dari Universitas Utah AS dan Klaus Urban dari Universitas Hannover Jerman pada Agustus 1987 terhadap anak-anak Indonesia yang berusia 10 tahun (dengan sampel 50 anak-anak di Jakarta), menunjukkan bahwa tingkat kreativitas anak-anak Indonesia berada di urutan terakhir dari 8 negara yang menjadi sampel penelitian tersebut. Adapun urutan peringkatnya sebagai berikut (dari yang tertinggi sampai yang terendah): Filipina, AS, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu, dan Indonesia (Drs. Dedi Djunaedi, Pikiran Rakyat,10 Januari 2005).

Apakah sesungguhnya yang dimaksud dengan kreativitas itu? Roger B. Yepsen Jr. (1996) mengatakan bahwa kreativitas merupakan kapasitas untuk membuat hal yang baru Menurut Mihaly Csikszentmihalyi (1996) bahwa orang yang kreatif adalah orang yang berpikir atau bertindak mengubah suatu ranah atau menetapkan suatu ranah baru (Drs. Dedi Djunaedi, Pikiran Rakyat,10 Januari 2005). Berdasarkan kedua pernyataan tersebut istilah kreativitas digunakan untuk mengacu pada kemampuan individu dengan mengandalkan potensi dan kemahiran yang dimilikinya untuk menghasilkan gagasan baru dan wawasan yang segar yang sangat bernilai.

Cakupan wilayah kreativitas tidak hanya terbatas pada perbuatan yang sifatnya kerja fisik. Kemampuan untuk menjadi seorang penyimak yang baik, yang mendengarkan gagasan yang datang dari dunia luar dan dari dalam diri sendiri atau dari alam bawah sadar juga merupakan wilayah kreativitas. Dengan demikian kreativitas kreativitas lebih tepat didefinisikan sebagai suatu pengalaman seorang individu untuk mengungkapkan dan mengaktualisasikan identitas dirinya secara terpadu dalam hubungan eratnya dengan diri sendiri, orang lain, dan juga alam lingkungan sekitarnya.

Para ahli psikologi hingga saat ini masih belum ada kata sepakat mengenai faktor-faktor apa yang melandasi kebutuhan dan motif dasar yang dimiliki manusia untuk berkreasi. Meskipun demikian, mereka sepakat bahwasanya ada imbalan dan penghargaan nyata yang dapat diamati dapat diidentifikasikan sebagai motif manusia untuk berkreasi. Selain itu berdasarkan penelitian juga terungkap bahwa manusia biasanya melakukan kreasi karena didorong oleh adanya kebutuhan dasar, seperti: keamanan, cinta, dan penghargaan. Mereka juga termotivasi untuk berkreasi oleh lingkungannya dan manfaat dari berkreasi seperti hidup yang lebih menyenangkan, kepercayaan diri yang lebih besar, kegembiraan hidup, dan kemungkinan untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka kepada orang lain.

Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk memunculkan gagasan kreatif dirinya. Namun sebelum saya mengemukakan teknik-teknik tersebut, yang harus dipahami oleh kita bahwasanya teknik-teknik pengembangan kreativitas itu dalam berbagai tingkatan keseluruhannya sebenarnya bertumpu pada pengembangan sejumlah gagasan sebagai suatu cara untuk memperoleh gagasan yang baik dan kreatif. Dengan demikian langkah pertama untuk memunculkan lahirnya sebuah kreativitas ialah dengan memunculkan sebanyak mungkin gagasan atau pendapat, baik yang berasal dari diri sendiri maupun orang lain.

Setidaknya ada dua teknik yang bisa kita pakai untuk menghimpun gagasan. Pertama adalah teknik brainstorming. Teknik brainstorming mungkin merupakan cara yang terbanyak digunakan, tetapi juga merupakan teknik pemecahan kreatif yang tidak banyak dipahami. Banyak orang mempergunakan istilah brainstorming untuk mengacu pada suatu proses yang menghasilkan suatu gagasan baru, atau menggunakan istilah tersebut untuk mengacu pada suatu kumpulan proses pemecahan masalah. Sebenarnya teknik brainstorming adalah kegiatan yang menghasilkan gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik. Kegiatan tersebut mendorong timbulnya banyak gagasan, termasuk gagasan yang menyimpang liar, dan berani dengan harapan bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan gagasan yang lebih baik dan kreatif. Teknik ini cenderung menghasilkan gagasan baru yang orisinal untuk menambah jumlah gagasan konvensional yang ada.

Kedua teknik sinektik. Analogi telah lama digunakan sebagai salah satu alat bantu bagi proses penyusunan secara kreatif. Sinektik merupakan suatu metode atau proses yang menggunakan metafora dan analogi untuk menghasilkan gagasan kreatif atau wawasan segar ke dalam permasalahan. Guna menghentikan kebiasaan lama serta gagasan usang dan untuk memperkenalkan suasana rileks ke dalam proses penggalian ide, maka proses sinektik mencoba membuat yang "asing" menjadi "akrab" dan juga sebaliknya.

Sedangkan sejumlah hambatan yang biasanya menjadi kendala dalam menumbuhkan kreativitas menurut Julia Cameron dan Mark Bryan (2000) adalah sebagai berikut. Akibat faktor kebiasaan, ketidak mampuan memenej waktu, akibat dibanjiri masalah, bersikap seolah-olah tidak ada masalah, takut gagal, bersikap instan (ingin jawabannya saat itu juga), memiliki sikap mental yang sulit diarahkan, serta takut mendapat kritik dari orang lain terhadap apa yang dikerjakannya. Orang yang tidak mampu mengatasi kendala-kendala tersebut akan sulit menumbuhkan potensi kreatif yang dimilikinya. Oleh karena langkah pertama dan utama untuk melenjitkan kreativitas kita atasi terlebih dahulu kendala-kendala tersebut. Tidak mudang memang, tetapi kita harus mencobanya. ***

Kholid A.Harras

Senin, 17 September 2012

Guru Kreatif Ciptakan Pembelajaran Asyik


HENDRA A. SETYAWAN/HARIAN KOMPAS
 Ilustrasi:
JAKARTA, KOMPAS.com - Guru-guru yang mengutamakan kepentingan anak-anak dalam belajar harus mampu mendorong suasana belajar kreatif dan menyenangkan. Dengan menciptakan suasana belajar tanpa tekanan dan melibatkan peran serta anak didik, pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermanfaat bagi peserta didik.
Demikian terungkap dari perbincangan dengan sejumlah guru Matematika dan Sains tingkat SD dari berbagai Indonesia dalam acara Indonesian Science Festival 2009 di Jakarta, Minggu (2/8). Mereka mengembangkan alat dan metode belajar Matematika dan Sains yang sederhana dan dikemas dalam permainan untuk membantu siswa yang kesulitan memahami pelajaran yang harus dikuasai siswa. Kegiatan dilaksanakan pada 1-5 Agustus di Hotel Bumikarasa Bidakara.
M Mustofa, guru SDN Sapikerep 1, Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, mengatakan siswa SD sulit belajar perkalian dan pembagian jika pembelajaran dilakukan dengan cara konvensional yakni menghafal. Akibatnya, banyak siswa kelas VI sekalipun yang tidak hafal perkalian dan pembagian.
Berangkat dari tanggung jawab sebagai pendidik yang mesti bisa membantu siswa paham dengan pelajaran, Mustofa pun berusaha menciptakan metode menghafal perkalian dan pembagian yang tidak membuat siswa stres. Sejak tujuh tahun lalu, Mustofa memanfaatkan kartu domino sebagai sarana belajar.Setiap kartu domino dibagi menjadi dua bagian yakni jawaban dan soal perkalian atau pembagian. Siswa mesti menemukan soal dan jawabannya di kartu domino lainnya.
"Karena sifatnya permainan, anak-anak jadi senang. Dalam seminggu mereka bisa hafal perkalian. Jam istirahat pun mereka bisa bermain sambil belajar," katanya.
Mustofa hanyalah satu dari 20 guru Matematika SD lainnya yang dinilai layak berkompetisi secara nasional. Guru-guru kreatif lainnya juga mampu menciptakan cara belajar Matematika yang asyik, seperti memanfaatkan catur, belajar berhitung sambil bernyanyi, hingga ada yang memakai cara lomba lari estafet perkalian membawa kelereng.
Di bidang sains, M Hadi, guru SDN 28 Cakranegara, Nusa Tenggara Barat, memakai kaleng roti, bola pimpong, dan bola plastik untuk membuat siswa SD paham konsep terjadinya gerhana bulan dan matahari.
"Guru mesti bisa mengajarkan hal-hal yang abstrak menjadi nyata buat siswa. Cara belajar seperti itu sangat memudahkan siswa untuk memahami yang rumit dengan cara yang sederhana," kata Hadi.
Menurut Hadi, guru Indonesia sebenarnya mampu untuk kreatif menyampaikan materi pelajaran. Mereka hanya perlu didorong dan dihargai, sehingga semangat untuk memberikan yang terbaik buat siswa bisa tumbuh dalam diri setiap guru.
"Seringkali dalam pelajaran sains, pemerintah memberi alat-alat yang mahal dan rumit. Kalau rusak, guru nggak mengerti memperbaikinya. Yang ada alat-alat itu jadi mubazir. Yang perlu didoorng bagaiaman guru bisa memanfaatkan apa yang ada di sekitar sebagai alat belajar," kata Hadi.
Pada acara Indonesian Science Festival yang dilaksanakan 1-5 Agustus itu, siswa dari berbagai SD di Indonesia juga ditantang untuk bisa menampilkan buah karya dalam bidang sains dan matematika. Kreativitas mereka untuk memanfaatkan sains dalam memecahkan masalah ternyata cukup mengagumkan.
Para siswa SD itu antara lain mampu untuk membuat jebakan tikus listrik, alat deteksi gempa bumi, atau penggiling sambal sederhada. Di bidang Matematika, ada siswa SD yang mampu menciptakan cara untuk mencari bilangan prima 1-100 dengan mudah, ular tangga Matematika, atau tabel penyederhanaan pecahan.

Rabu, 02 Mei 2012

Menganalisa Sendiri Hasil Test Emisi Gas Buang
MENGANALISA SENDIRI HASIL TEST EMISI GAS BUANG

SUDAH UJI EMISI BELUM ?
Lazimnya kalau di bengkel, sekalian Tune-Up, sembari diakhiri dengan istilah Setel/Check CO.
Bukan hanya soal masalah pencemaran lingkungan, tapi dari uji emisi kita bisa mengetahui apakah ada kerusakan pada mobil kita dan tentunya bisa membuat hemat BBM.
Dalam mendukung usaha pelestarian lingkungan hidup, negara-negara di dunia mulai menyadari bahwa gas buang kendaraan merupakan salah satu polutan atau sumber pencemaran udara terbesar oleh karena itu, gas buang kendaraan harus dibuat “sebersih” mungkin agar tidak mencemari udara.
Pada negara-negara yang memiliki standar emisi gas buang kendaraan yang ketat, ada 5 unsur dalam gas buang kendaraan yang akan diukur yaitu senyawa HC, CO, CO2, O2 dan senyawa NOx. Sedangkan pada negara-negara yang standar emisinya tidak terlalu ketat, hanya mengukur 4 unsur dalam gas buang yaitu senyawa HC, CO, CO2 dan O2.

EMISI SENYAWA HIDROKARBON

Bensin adalah senyawa hidrokarbon, jadi setiap HC yang didapat di gas buang kendaraan menunjukkan adanya bensin yang tidak terbakar dan terbuang bersama sisa pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon terbakar sempurna (bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah karbondioksida (CO2) dan air(H¬2O). Walaupun rasio perbandingan antara udara dan bensin (AFR=Air-to-Fuel-Ratio) sudah tepat dan didukung oleh desain ruang bakar mesin saat ini yang sudah mendekati ideal, tetapi tetap saja sebagian dari bensin seolah-olah tetap dapat “bersembunyi” dari api saat terjadi proses pembakaran dan menyebabkan emisi HC pada ujung knalpot cukup tinggi.
Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan Catalytic Converter (CC), emisi HC yang dapat ditolerir adalah 500 ppm dan untuk mobil yang dilengkapi dengan CC, emisi HC yang dapat ditolerir adalah 50 ppm.
Emisi HC ini dapat ditekan dengan cara memberikan tambahan panas dan oksigen diluar ruang bakar untuk menuntaskan proses pembakaran. Proses injeksi oksigen tepat setelah exhaust port akan dapat menekan emisi HC secara drastis. Saat ini, beberapa mesin mobil sudah dilengkapi dengan electronic air injection reaction pump yang langsung bekerja saat cold-start untuk menurunkan emisi HC sesaat sebelum CC mencapai suhu kerja ideal.
Apabila emisi HC tinggi, menunjukkan ada 3 kemungkinan penyebabnya yaitu CC yang tidak berfungsi, AFR yang tidak tepat (terlalu kaya) atau bensin tidak terbakar dengan sempurna di ruang bakar. Apabila mobil dilengkapi dengan CC, maka harus dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap CC dengan cara mengukur perbedaan suhu antara inlet CC dan outletnya. Seharusnya suhu di outlet akan lebih tinggi minimal 10% daripada inletnya.
Apabila CC bekerja dengan normal tapi HC tetap tinggi, maka hal ini menunjukkan gejala bahwa AFR yang tidak tepat atau terjadi misfire. AFR yang terlalu kaya akan menyebabkan emisi HC menjadi tinggi. Ini bias disebabkan antara lain kebocoran fuel pressure regulator, setelan karburator tidak tepat, filter udara yang tersumbat, sensor temperature mesin yang tidak normal dan sebagainya yang dapat membuat AFR terlalu kaya. Injector yang kotor atau fuel pressure yang terlalu rendah dapat membuat butiran bensin menjadi terlalu besar untuk terbakar dengna sempurna dan ini juga akan membuat emisi HC menjadi tinggi. Apapun alasannya, AFR yang terlalu kaya juga akan membuat emisi CO menjadi tinggi dan bahkan menyebabkan outlet dari CC mengalami overheat, tetapi CO dan HC yang tinggi juga bisa disebabkan oleh rembasnya pelumas ke ruang bakar.
Apabila hanya HC yang tinggi, maka harus ditelusuri penyebab yang membuat ECU memerintahkan injector untuk menyemprotkan bensin hanya sedikit sehingga AFR terlalu kurus yang menyebabkan terjadinya intermittent misfire. Pada mobil yang masih menggunakan karburator, penyebab misfire antara lain adalah kabel busi yang tidak baik, timing pengapian yang terlalu mundur, kebocoran udara disekitar intake manifold atau mechanical problem yang menyebabkan angka kompresi mesin rendah.
Untuk mobil yang dilengkapi dengan sistem EFI dan CC, gejala misfire ini harus segera diatasi karena apabila didiamkan, ECU akan terus menerus berusaha membuat AFR menjadi kaya karena membaca bahwa masih ada oksigen yang tidak terbakar ini. Akibatnya CC akan mengalami overheat.

EMISI KARBON MONOKSIDA (CO)

Gas karbonmonoksida adalah gas yang relative tidak stabil dan cenderung bereaksi dengan unsur lain. Karbon monoksida, dapat diubah dengan mudah menjadi CO2 dengan bantuan sedikit oksigen dan panas. Saat mesin bekerja dengan AFR yang tepat, emisi CO pada ujung knalpot berkisar 0.5% sampai 1% untuk mesin yang dilengkapi dengan sistem injeksi atau sekitar 2.5% untuk mesin yang masih menggunakan karburator. Dengan bantuan air injection system atau CC, maka CO dapat dibuat serendah mungkin mendekati 0%.
Apabila AFR sedikit saja lebih kaya dari angka idealnya (AFR ideal = lambda = 1.00) maka emisi CO akan naik secara drastis. Jadi tingginya angka CO menunjukkan bahwa AFR terlalu kaya dan ini bisa disebabkan antara lain karena masalah di fuel injection system seperti fuel pressure yang terlalu tinggi, sensor suhu mesin yang tidak normal, air filter yang kotor, PCV system yang tidak normal, karburator yang kotor atau setelannya yang tidak tepat.
EMISI KARBON DIOKSIDA (CO2)

Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran di ruang bakar. Semakin tinggi maka semakin baik. Saat AFR berada di angka ideal, emisi CO2 berkisar antara 12% sampai 15%. Apabila AFR terlalu kurus atau terlalu kaya, maka emisi CO2 akan turun secara drastis. Apabila CO2 berada dibawah 12%, maka kita harus melihat emisi lainnya yang menunjukkan apakah AFR terlalu kaya atau terlalu kurus.
Perlu diingat bahwa sumber dari CO2 ini hanya ruang bakar dan CC. Apabila CO2 terlalu rendah tapi CO dan HC normal, menunjukkan adanya kebocoran exhaust pipe.
OKSIGEN (O2)

Konsentrasi dari oksigen di gas buang kendaraan berbanding terbalik dengan konsentrasi CO2. Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempurna, maka kadar oksigen yang masuk ke ruang bakar harus mencukupi untuk setiap molekul hidrokarbon.
Dalam ruang bakar, campuran udara dan bensin dapat terbakar dengan sempurna apabila bentuk dari ruang bakar tersebut melengkung secara sempurna. Kondisi ini memungkinkan molekul bensin dan molekul udara dapat dengan mudah bertemu untuk bereaksi dengan sempurna pada proses pembakaran. Tapi sayangnya, ruang bakar tidak dapat sempurna melengkung dan halus sehingga memungkinkan molekul bensin seolah-olah bersembunyi dari molekul oksigen dan menyebabkan proses pembakaran tidak terjadi dengan sempurna.
Untuk mengurangi emisi HC, maka dibutuhkan sedikit tambahan udara atau oksigen untuk memastikan bahwa semua molekul bensin dapat “bertemu” dengan molekul oksigen untuk bereaksi dengan sempurna. Ini berarti AFR 14,7:1 (lambda = 1.00) sebenarnya merupakan kondisi yang sedikit kurus. Inilah yang menyebabkan oksigen dalam gas buang akan berkisar antara 0.5% sampai 1%. Pada mesin yang dilengkapi dengan CC, kondisi ini akan baik karena membantu fungsi CC untuk mengubah CO dan HC menjadi CO2.
Mesin tetap dapat bekerja dengan baik walaupun AFR terlalu kurus bahkan hingga AFR mencapai 16:1. Tapi dalam kondisi seperti ini akan timbul efek lain seperti mesin cenderung knocking, suhu mesin bertambah dan emisi senyawa NOx juga akan meningkat drastis.
Normalnya konsentrasi oksigen di gas buang adalah sekitar 1.2% atau lebih kecil bahkan mungkin 0%. Tapi kita harus berhati-hati apabila konsentrasi oksigen mencapai 0%. Ini menunjukkan bahwa semua oksigen dapat terpakai semua dalam proses pembakaran dan ini dapat berarti bahwa AFR cenderung kaya. Dalam kondisi demikian, rendahnya konsentrasi oksigen akan berbarengan dengan tingginya emisi CO. Apabila konsentrasi oksigen tinggi dapat berarti AFR terlalu kurus tapi juga dapat menunjukkan beberapa hal lain. Apabila dibarengi dengan tingginya CO dan HC, maka pada mobil yang dilengkapi dengan CC berarti CC mengalami kerusakan. Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan CC, bila oksigen terlalu tinggi dan lainnya rendah berarti ada kebocoran di exhaust sytem.



EMISI SENYAWA NOX
Selain keempat gas diatas, emisi NOx tidak dipentingkan dalam melakukan diagnose terhadap mesin. Senyawa NOx adalah ikatan kimia antara unsur nitrogen dan oksigen. Dalam kondisi normal atmosphere, nitrogen adalah gas inert yang amat stabil yang tidak akan berikatan dengan unsur lain. Tetapi dalam kondisi suhu tinggi dan tekanan tinggi dalam ruang bakar, nitrogen akan memecah ikatannya dan berikatan dengan oksigen.
Senyawa NOx ini sangat tidak stabil dan bila terlepas ke udara bebas, akan berikatan dengan oksigen untuk membentuk NO2. Inilah yang amat berbahaya karena senyawa ini amat beracun dan bila terkena air akan membentuk asam nitrat.
Tingginya konsentrasi senyawa NOx disebabkan karena tingginya konsentrasi oksigen ditambah dengan tingginya suhu ruang bakar. Untuk menjaga agar konsentrasi NOx tidak tinggi maka diperlukan kontrol secara tepat terhadap AFR dan suhu ruang bakar harus dijaga agar tidak terlalu tinggi baik dengan EGR maupun long valve overlap. Normalnya NOx pada saat idle tidak melebihi 100 ppm. Apabila AFR terlalu kurus, timing pengapian yang terlalu tinggi atau sebab lainnya yang menyebabkan suhu ruang bakar meningkat, akan meningkatkan konsentrasi NOx dan ini tidak akan dapat diatasi oleh CC atau sistem EGR yang canggih sekalipun.
Tumpukan kerak karbon yang berada di ruang bakar juga akan meningkatkan kompresi mesin dan dapat menyebabkan timbulnya titik panas yang dapat meningkatkan kadar NOx. Mesin yang sering detonasi juga akan menyebabkan tingginya konsentrasi NOx.


UNTUK MEMUDAHKAN KITA MENGANALISA KONDISI MESIN, KITA DAPAT MEMAKAI PENJELASAN DIBAWAH SEBAGAI ALAT BANTU :

1. EMISI CO TINGGI, menunjukkan kondisi dimana AFR terlalu kaya (lambda < 1.00). Secara umum CO menunjukkan angka efisiensi dari pembakaran di ruang bakar. Tingginya emisi CO disebabkan karena kurangnya oksigen untuk menghasilkan pembakaran yang tuntas dan sempurna.
Hal-hal yang menyebabkan AFR terlalu kaya antara lain :
- Idle speed terlalu rendah.
- Setelan pelampung karburator yang tidak tepat menyebabkan bensin terlalu banyak - Air filter yang kotor.
- Pelumas mesin yang terlalu kotor atau terkontaminasi berat.
- Charcoal Canister yang jenuh.
- PCV valve yang tidak bekerja.
- Kinerja fuel delivery system yang tidak normal.
- Air intake temperature sensor yang tidak normal.
- Coolant temperature sensor yang tidak normal.
- Catalytic Converter yang tidak bekerja.
2. NORMAL CO. Apabila AFR berada dekat atau tepat pada titik ideal (AFR 14,7 atau lambda = 1.00) maka emisi CO tidak akan lebih dari 1% pada mesin dengan sistem injeksi atau 2.5% pada mesin dengan karburator.
3. CO TERLALU RENDAH. Sebenarnya tidak ada batasan dimana CO dikatakan terlalu rendah. Konsentrasi CO terkadang masih terlihat “normal” walaupun mesin sudah bekerja dengan campuran yang amat kurus.
4. EMISI HC TINGGI. Umumnya kondisi ini menunjukkan adanya kelebihan bensin yang tidak terbakar yang disebabkan karena kegagalan sistem pengapian atau pembakaran yang tidak sempurna. Konsentrasi HC diukur dalam satuan ppm (part per million). Penyebab umumnya adalah sistem pengapian yang tidak mumpuni, kebocoran di intake manifold, dan masalah di AFR.
Penyebab lainnya adalah :
- Pembakaran yang tidak sempurna karena busi yang sudah rusak.
- Timing pengapian yang terlalu mundur.
- Kabel busi yang rusak.
- Kompresi mesin yang rendah.
- Kebocoran pada intake.
- Kesalahan pembacaan data oleh ECU sehingga menyebabkan AFR terlalu kaya.
5. KOSENTRASI OKSIGEN. Menunjukkan jumlah udara yang masuk ke ruang bakar berbanding dengan jumlah bensin. Angka ideal untuk oksigen pada emisi gas buang adalah berkisar antara 1% hingga 2%.

6. KONSENTRASI OKSIGEN TINGGI. Ini menunjukkan bahwa AFR terlalu kurus.
Kondisi yang menyebabkan antara lain :
- AFR yang tidak tepat.
- Kebocoran pada saluran intake
- Kegagalan pada sistem pengapian yang menyebabkan misfire
7. KONSENTRASI OKSIGEN RENDAH. Kondisi ini menunjukkan bahwa AFR terlalu kaya.
8. KONSENTRASI CO2 TINGGI. Kondisi ini menunjukkan bahwa AFR berada dekat atau tepat pada kondisi ideal.
9. KONSENTRASI CO2 RENDAH. Kondisi ini menunjukkan bahwa AFR terlalu kurus atau terlalu kaya dan kebocoran pada exhaust system.
10.KONSENTRASI SENYAWA NOx. Senyawa NOx termasuk nitrit oksida (NO) atau nitrat oksida (NO2) akan terbentuk bila suhu ruang bakar mencapai lebih dari 2500 derajat Farenheit (1350 oC). Senyawa ini juga dapat terbentuk apabila mesin mendapat beban berat.
11.KONSENTRASI NOx TINGGI.
Kondisi ini menunjukkan :
- EGR Valve tidak bekerja.
- AFR terlalu kurus.
- Spark Advancer yang tidak bekerja.
- Thermostatic Air Heater yang macet.
- Kerusakan pada cold air duct.
- Tingginya deposit kerak di ruang bakar.
- Catalytic Converter yang tidak normal.
12. KONSENTRASI NOx RENDAH. Sebenarnya tidak ada batasan yang menyatakan emisi senyawa NOx terlalu rendah. Umumnya NOx adalah 0 ppm saat mesin idle.

Selengkapnya :http://www.docstoc.com/Profile/liliksuhariyono

Selasa, 17 April 2012

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN


MODEL-MODEL PEMBELAJARAN

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR                                                                              i
DAFTAR ISI                                                                                                      iii
BAB I PENDAHULUAN                                                             
A.    Latar Belakang                                                                      1
B.    Pelaksanaan Proses Pembelajaran                             2
BAB II MULTI KECERDASAN DALAM
              PEMBELAJARAN                                                                  
A.    Kecerdasan Linguistik (Linguistic Intelligence)             9
B.    Kecerdasan Logika Matematika
          (Logical Mathematic Intelligence)                                           11
C.    Kecerdasan Spasial (Spatial Intelligence)                    13
D.    Kecerdasan Kinestetik
          (Body Kinesthetic Intelligence)                                               14
E.    Kecerdasan Musik (Music Intelligence)                                    15
F.    Kecerdasan Interpersonal
          (Interpersonal Intelligence)                                                      17
G.    Kecerdasan Intrapersonal
                    (Intrapersonal Intelligence)                                                          18
H.   Kecerdasan Natural (Naturalistic Intelligence)              20
BAB III MODEL-MODEL PEMBELAJARAN                               
A.    Project Work                                                                         22
B.    Quantum Teaching and Learning (QTL)                                    28
C.    Contextual Teaching and Learning (CTL)                     32
D.    Problem-Based Learning (PBL)                                              38
E.    Model Mengajar Inquiry Training                                             45
F.    Model Bermain Peran (Role Playing)                           46






                                                             BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar belakang
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SPN), pasal 19, dinyatakan bahwa:
1.    Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
2.    Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
3.    Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Dipertegas dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses bahwa standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran untuk setiap mata pelajaran harus fleksibel, bervariasi dan memenuhi standar.
B. Pelaksanaan Proses Pembelajaran
Pelaksanaan proses pembelajaran terdiri dari 3 (tiga) tahapan yaitu:
1   Kegiatan Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan menfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Dalam kegiatan pendahuluan guru;
    1. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran,
    2. mengkondisikan peserta didik tentang apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajarinya dan apa yang akan didapatkan sebagai hasil belajar yang akan mereka ikuti.
2   Kegiatan Inti
Kegiatan ini merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Dalam kegiatan inti pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan materi pembelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.
a.    Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi dimaksudkan untuk mencari informasi yang luas dan mendalam berdasarkan pengalaman peserta didik tentang materi yang akan dipelajari. Dalam eksplorasi guru;
1)    melibatkan peserta didik dengan menerapkan prinsip alam ambang guru dan belajar dari aneka sumber.
2)    menggunakan berbagai metode dan media pembelajaran serta sumber belajar lain yang relevan
3)    memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya.
4)    melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.
5)    memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio atau lapangan.
b.    Elaborasi
Pada kegiatan elaborasi, guru;
1)    membiasakan peserta didik dalam membaca dan menulis melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;
2)    memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;
3)    memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
4)    memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;
5)    memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar;
6)    memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tulisan, secara individu atau kelompok;
7)    memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, atau cara-cara lain yang efektif terhadap produk yang dihasilkan;
8)    memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan rasa bangga dan percaya diri.
c.    Konfirmasi
Kegiatan eksplorasi adalah memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai metoda. Guru perlu:
1)    memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik;
2)    memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan;
3)    memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar.
Dalam hal ini guru:
1)    berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar;
2)    membantu menyelesaikan masalah;
3)    memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi;
4)    memberi informasi untuk bereksplorasi lebih lanjut;
5)    memberi motivasi kepada peserta untuk bereksplorasi lebih lanjut.

3.  Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk:
a.    bersama-sama dengan peserta didik dan atau sendiri membuat rangkuman/kesimpulan pelajaran;
b.    melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang telah dilakukan;
c.    memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
d.    merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedial atau pengayaan, layanan konseling dan atau memberikan tugas individu maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik,
e.    menyampaikan pembelajaran tahap berikutnya.













BAB II
MULTI KECERDASAN DALAM PEMBELAJARAN
Setiap peserta didik memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Kecerdasan peserta didik dalam belajar didasari beberapa jenis kecerdasan yang ada, yang dikenal dengan multi kecerdasan. Seorang guru perlu memahami berbagai jenis kecerdasan peserta didik, agar dapat menerapkan strategi pembelajaran yang bervariasi dalam menjembatani proses belajar peserta didik.
A. Kecerdasan Linguistik (Linguistic Intelligence)
Kecerdasan Linguistik merupakan kemampuan berpikir dalam bentuk kata-kata dan penggunaan bahasa untuk mengekspresikan dan memberi makna yang kompleks. Biasanya kecerdasan ini dimiliki oleh para pengarang, penyair, jurnalis, pembicara, dan penyiar berita. Beberapa karakteristik yang ada pada orang yang memiliki kecenderungan kecerdasan bahasa antara lain adalah :
1.    Mendengarkan dan merespon setiap suara dan berbagai ungkapan kata;
2.    Menirukan suara, bahasa, membaca dan menulis;
3.    Belajar melalui menyimak, membaca dan menulis serta diskusi;
4.    Menyimak secara efektif, memahami, menguraikan, menafsirkan dan mengingat apa yang diucapkan;
5.    Membaca secara efektif, memahami, meringkas, menafsirkan atau menerangkan;
6.    Berbicara secara efektif kepada beragam pendengar, beragam tujuan, dan mengetahui cara berbicara secara sederhana, fasih, dan bergairah;
7.    Menulis secara efektif, memahami dan menerapkan aturan-aturan tata bahasa, ejaan, tanda baca dan kosa kata yang efektif;
8.    Memperlihatkan kemampuan untuk mempelajari bahasa lainnya;
9.    Menggunakan keterampilan menyimak, berbicara, menulis dan membaca.
Kelas pada setiap pelajaran harus berupa lingkungan yang kaya akan bahasa tempat peserta didik berbicara, berdiskusi dan menjelaskan dan yang paling penting adalah mendorong rasa ingin tahunya.
Pembentukan lingkungan pembelajaran Verbal-Linguistik :
1.    Kondisikan peserta didik untuk menceritakan suatu kisah atau suatu masalah yang terkait dengan materi pelajaran;
2.    Memberi kesempatan peserta didik untuk memimpin suatu diskusi atau debat;
3.       Menugaskan peserta didik untuk membuat sebuah artikel;
4.       Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menghubungkan suatu artikel/cerita dengan realita atau materi pelajaran;
5.       Menugaskan peserta didik untuk mempresentasikan sesuatu pokok bahasan;
6.       Mengkondisikan kegiatan ”talk show” dalam suatu program/materi;
7.       Menyusun suatu laporan/ resume/kajian pada suatu topik/ materi yang relevan.
B.  Kecerdasan Logika Matematika (Logical Mathematic   Intelligence)
Merupakan kemampuan dalam menghitung, mengukur dan mempertimbangkan proposisi dan hipotesis, serta menyelesaikan operasi-operasi matematika. Kecerdasan matamatika biasanya dimiliki oleh para ilmuwan, ahli matematika, akuntan, insinyur, dan pemrogram komputer.
Beberapa karakteristik orang yang memiliki kecenderungan kecerdasan matematika antara lain adalah:
1.    Merasakan berbagai tujuan dan fungsi mereka dalam lingkungannya;
2.    Mengenal konsep-konsep yang bersifat kuantitatif, waktu dan hubungan sebab akibat;
3.    Menggunakan simbol-simbol abstrak untuk menunjukkan realita;
4.    Menunjukkan keterampilan memecahkan masalah secara
logis;
5.    Memahami pola-pola dan hubungan-hubungan;
6.    Mengajukan dan menguji hipotesis;
7.    Menggunakan bermacam-macam keterampilan matematis,
seperti memperkirakan, perhitungan logaritma, menafsirkan statistik, dan informasi visual dalam bentuk grafik;
8.    Berpikir secara sistematis dengan mengumpulkan bukti,
membuat hipotesis dan merumuskan berbagai model;
9.    Mengungkapkan ketertarikan dalam karir, seperti akuntansi,
teknologi informasi, mesin dan ilmu kimia.
Lingkungan belajar diupayakan berupa menu-menu yang terkait dengan logika matematis, antara lain:
1.    menerjemahkan suatu pokok bahasan ke dalam rumus matematika;
2.    merencanakan dan memimpin suatu eksperimen;
3.    menggunakan diagram venn untuk menjelaskan;
4.    menggunakan analogi untuk menjelaskan;
5.    mengkategorikan fakta-fakta;
6.    merancang suatu simbol atau kode.

C. Kecerdasan Spasial (Spatial Intelligence)
Kemampuan membangkitkan kapasitas untuk berpikir dalam tiga dimensi seperti yang dilakukan pelaut, pilot, pemahat, pelukis, dan arsitek. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang merasakan bayangan eksternal dan internal, melukiskan kembali, mengubah dan memodifikasi bayangan dan obyek melalui ruang untuk menghasilkan suatu gambar/grafik ataupun suatu benda.
Beberapa karakteristik orang yang memiliki kecenderungan kecerdasan spasial antara lain adalah :
1.    Belajar dengan melihat dan mengamati;
2.    Mengarahkan dirinya pada benda-benda secara efektif dalam ruangan;
3.    Merasakan dan menghasilkan sebuah bayangan mental, berpikir dalam gambar dan memvisualisasikan detail;
4.    Membaca grafik, bagan, peta, dan diagram visual;
5.    Menikmati gambar-gambar tak beraturan, lukisan, ukiran atau obyek repro lain dalam bentuk yang dapat dilihat;
6.    Menikmati bentukan hasil tiga dimensi, seperti obyek origami, jembatan tiruan dan maket;
7.    Cakap mendesain secara abstrak;
8.    Menciptakan bentuk baru dari media visual spasial.

Lingkungan belajar diupayakan berupa menu-menu yang terkait dengan kecerdasan spasial, antara lain:
1.    Menciptakan sebuah pertunjukkan;
2.    Merancang sebuah poster, buletin, dan sejenisnya;
3.    Menggunakan suatu sistem memori untuk mempelajari;
4.    Menciptakan suatu karya;
5.    Membuat variasi bentuk dan ukuran dari suatu objek;
6.    Membuat suatu ilustrasi, sketsa, denah dari suatu obyek;
7.    Menggunakan proyeksi untuk mengajar.
D. Kecerdasan Kinestetik Tubuh (Bodily Kinesthetic Intelligence)
Kemampuan seseorang untuk menggerakkan suatu obyek dan keterampilan-keterampilan fisik yang halus. Kemampuan atau kecerdasan ini dimiliki oleh para atlit, penari, ahli bedah, dan seniman.
Beberapa karakteristik orang yang memiliki kecenderungan kecerdasan kinestetik antara lain adalah :
1.    menjelajahi lingkungan dan sasaran melalui sentuhan dan gerakan;
2.    mengembangkan kerjasama dan rasa terhadap waktu;
3.    belajar dengan lebih baik, jika terlibat langsung dan berpartisipasi;

4.    menikmati secara konkrit dalam mempelajari pengalaman-pengalaman, seperti perjalanan ke alam bebas, berpartisipasi dalam bermain peran dan permainan ketangkasan;
5.    menunjukkan keterampilan atau mendemonstrasikan keahlian dalam bidangnya.
Lingkungan belajar diupayakan berupa menu-menu yang terkait dengan kinestetik, antara lain:
1.    Bermain peran atau menirukan;
2.    Menciptakan suatu gerakan atau rangkaian gerakan untuk menjelaskan;
3.    Menciptakan suatu model;
4.    Merancang suatu produk;
5.    Merencanakan dan menghadiri suatu perjalanan lapangan;
6.    Membuat suatu permainan atau sejenisnya.
E.  Kecerdasan Musik (Musical Intelligence)
Merupakan kecerdasan yang memiliki sensitivitas pada pola titian nada, melodi, ritme, dan nada seperti yang dimiliki oleh komposer, musisi, kritikus, dan pembuat alat musik, atau seorang pendengar yang sensitif.
Beberapa karakteristik orang yang memiliki kecenderungan kecerdasan musikal antara lain adalah :
1.    Mendengar dan merespon dengan ketertarikan terhadap berbagai bunyi;
2.    Menikmati dan mencari kesempatan untuk mendengarkan musik atau suara-suara alam pada suasana belajar;
3.    Merespon terhadap musik secara kinestetik;
4.    Mengenali dan mendiskusikan berbagai gaya musik, aliran dan variasi budaya;
5.    Mengoleksi musik dan informasi mengenai musik dalam berbagai bentuk;
6.    Mengembangkan kemampuan menyanyi atau memainkan instrumen secara sendiri;
7.    Mengembangkan referensi kerangka berpikir pribadi untuk mendengarkan musik;
8.    Mengembangkan improvisasi dan bermain dengan suara/bunyi.
Lingkungan belajar diupayakan berupa menu yang terkait dengan kecerdasan musikal, antara lain:
1.    Meyajikan suatu pertunjukkan dengan iringan musik yang tepat;
2.    Menyanyikan sebuah kritikan atau lagu;
3.    Menyajikan kelas musik dalam waktu singkat pada suatu materi/pokok bahasan;
4.    Menggunakan musik untuk mempertinggi semangat belajar;
5.    Menuliskan suatu lirik lagu untuk suatu pokok bahasan/materi.


F. Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal Intelligence)
Merupakan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain secera efektif, seperti yang dimiliki oleh guru, pekerja sosial, artis atau politisi yang sukses.
Beberapa karakteristik orang yang memiliki kecenderungan kecerdasan interpersonal antara lain adalah :
1.    terikat dengan dan berinteraksi dengan orang lain;
2.    membentuk dan menjaga hubungan sosial;
3.    mengetahui dan menggunakan cara-cara yang beragam dalam berhubungan dengan orang lain;
4.    merasakan perasaan, pikiran, motivasi, tingkah laku dan gaya hidup orang lain;
5.    berpartisipasi dalam kegiatan kolaboratif dan menerima bermacam peran yang perlu dilaksanakan;
6.    mempengaruhi pendapat dan perbuatan orang lain;
7.    memahami dan berkomunikasi secara efektif, baik secara verbal maupun non verbal;
8.    menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan group yang berbeda;
9.    mempelajari keterampilan yang berhubungan dengan penengah sengketa;
10.  Tertarik pada karir yang berorientasi interpersonal, seperti mengajar, pekerjaan sosial dan konseling.

Lingkungan belajar diupayakan berupa menu-menu yang terkait dengan kecerdasan interpersonal, antara lain:
1.    memimpin suatu rapat;
2.    bersama seorang rekan menggunakan penyelesaian masalah berat;
3.    bermain peranan dengan berbagai perspektif;
4.    mengatur dan ikut serta dalam sebuah kelompok;
5.    mengajarkan orang lain tentang suatu hal;
6.    berlatih memberi dan menerima umpan balik;
7.    menciptakan suatu sistem /prosedur dari suatu kegiatan.
G.Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence)
Merupakan kemampuan untuk membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuannya untuk merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang, seperti yang dimiliki oleh ahli agama, ahli psikologi dan ahli filsafat.
Beberapa karakteristik orang yang memiliki kecenderungan kecerdasan intrapersonal antara lain adalah :
1.    sadar akan wilayah emosinya;
2.    menemukan cara-cara dan jalan keluar untuk mengekpresikan perasaan dan pemikirannya;
3.    mengembangkan model diri yang akurat;
4.    termotivasi untuk mengidentifikasi dan memperjuangkan tujuannya;
5.    membangun dan hidup dalam suatu sistem nilai etika (agama);
6.    bekerja mandiri;
7.    mengatur secara kontinyu pembelajaran dan perkembangan tujuan personalnya;
8.    berusaha mencari dan memahami pengalaman batinnya sendiri;
9.    berusaha untuk mengaktualisasikan diri;
10.  memberdayakan orang lain (memiliki tanggung jawab kemanusiaan).
Lingkungan belajar diupayakan berupa menu-menu yang terkait dengan kecerdasan intrapersonal, antara lain:
1.    Menggambarkan bahwa kemampuan yang dimilikinya dapat membantu menuju kesuksesan;
2.    Merangkai dan mengejar suatu tujuan;
3.    Menggambarkan perasaannya tentang sesuatu;
4.    Menggunakan acuan belajar;
5.    Membuat suatu jurnal;
6.    Menerima umpan balik dari orang lain;
7.    Mengomentari atau menilai hasil pekerjaannya.

H. Kecerdasan Natural  (Naturalistic Intelligence)
Merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang terkait dengan lingkungan alam dan merupakan kecerdasan kedelapan dari kecerdasan yang tidak termasuk teori asli Multiple Intelligences dari Gardner. Kecerdasan ini terkait dengan sensitifitas terhadap alam dan faktor lingkungan, misalnya mudah berinteraksi dengan hewan, mampu memprediksi terjadinya perubahan alam, mudah mengenali berbagai spesies hewan maupun tumbuhan. Kecerdasan ini akan lebih mudah diwujudkan melalui pengumpulan dan penganalisaan suatu subjek yang berhubungan dengan alam.

BAB III
MODEL – MODEL PEMBELAJARAN
Model pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang dirancang atau dikembangkan dengan menggunakan pola pembelajaran tertentu. Pola pembelajaran yang dimaksud dapat menggambarkan kegiatan guru dan peserta didik dalam mewujudkan kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya proses belajar. Pola pembelajaran menjelaskan karakteristik serentetan kegiatan yang dilakukan oleh guru-peserta didik. Pola pembelajaran dikenal dengan istilah sintak ( Bruce Joyce, 1985)
Pada penjelasan pelaksanaan pembelajaran yang tertuang pada Lampiran Permendiknas Nomor 41 tahun 2007, tentang Standar Proses, II poin C, dinyatakan tentang beberapa model pembelajaran alternatif yang dapat dikembangkan dan digunakan secara inovatif sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapi di kelas serta untuk mendukung iklim belajar PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan). Iklim belajar PAKEM diharapkan dapat menumbuhkembangkan secara optimal multi kecerdasan yang dimiliki setiap peserta didik.
Model-model pembelajaran yang dapat digunakan terkait dengan iklim belajar PAKEM antara lain:

A.   Project Work
Project work adalah model pembelajaran yang mengarahkan peserta didik pada prosedur kerja yang sistematis dan standar untuk membuat atau menyelesaikan suatu produk (barang atau jasa), melalui proses produksi/pekerjaan yang sesungguhnya. Model pembelajaran project work sering digunakan untuk program pembelajaran produktif.
Langkah-langkah pembelajaran project work
1.    Perencanaan Project Work
a.  Inventarisasi jenis pekerjaan (job), standar kompetensi dan produk yang dapat dihasilkan.
1)    Inventarisasi Standar Kompetensi Lulusan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi standar kompetensi (SK) yang terdapat dalam kurikulum/silabus.
SK1 …………………………..
SK2 …………….……………..
SK3 …………….……………..
Dst  ….......…………...……….
b.  Inventarisasi Pekerjaan (Job)
Pendataan jenis pekerjaan (job) dapat mengacu: kepada jenis pekerjaan yang ada di kurikulum, Standar Kompetensi Kerja (SKK) yang berlaku, dan atau standar pekerjaan lain yang ada di DU/DI/masyarakat. Setiap kompetensi keahlian pada umumnya memiliki lebih dari satu bidang/jenis pekerjaan yang dapat di isi oleh lulusan.
P.1 ………………………………………….
P.2 ………………………………….………
P.3 …………………………………..…......
Dst.
c.  Inventarisasi Produk (Barang/Jasa) Setiap Pekejaan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengiden-tifikasi produk yang dapat dihasilkan oleh setiap bidang/jenis pekerjaan sehingga peserta didik memilki orientasi produk yang akan dihasilkan pada setiap pembelajaran.

Tabel 1. Daftar Nama Produk Setiap Bidang Pekerjaan
No
Bidang/Jenis Pekerjaan
Nama Produk (barang/Jasa)
1
P1
Pr1
Pr2
2
P2
Pr3
Pr3
3
P3
Pr4
Pr5

d.  Analisis Standar Kompetensi Terhadap Produk (Barang/Jasa)
Hasil inventarisasi standar kompetensi lulusan, bidang pekerjaan, dan produk tersebut, selanjutnya dianalisis standar kompetensi yang dibutuhkan untuk menghasilkan setiap produk dan bidang pekerjaan dengan menggunakan tabel 2.

Tabel 2. Analisis Standar Kompetensi Terhadap Jenis Produk

     Standar
          Kompe-
                tensi
Produk

Kode Standar Kompetensi

SK1
SK2
SK3
SK4
SK5
SK6
SK7
SKn
Pr1





Pr2




Pr3








Prn









Baris pada kolom 1 diisi kode produk (nama barang/jasa), sedangkan kolom berikutnya diisi dengan kode Standar Kompetensi hasil inventarisasi (Kurikulum/Silabus).
Menentukan standar kompetensi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk (barang/jasa) dengan memberi tanda cek (√) pada kolom standar kompetensi terkait.
Hasil analisis Standar Kompetensi terhadap Jenis Produk pada tabel 2 dapat dimaknai sebagai berikut.
1.    Produk (Pr1) dapat dikerjakan pada pembelajaran SK1, SK2, SK4
2.    Produk (Pr2 ) dapat dikerjakan pada pembelajaran SK1, SK2, SK3 dan SK 5, demikian selanjutnya untuk Produk yang lain.
3.    Produk (Pr1) dan (Pr2 ) dapat digunakan sebagai pilihan peserta didik sebagai media pembelajaran SK1 dan SK2
4.    Setelah seluruh standar kompetensi teridentifikasi terhadap produk yang ada, maka guru menetapkan alternatif produk yang akan dikembangkan untuk setiap standar kompetensi yang dipelajari. Alternatif produk dapat dipilih oleh peserta didik.
e.  Penetapan Bukti Belajar/Evidence of Learning
Berdasarkan hasil analisis standar kompetensi terhadap produk, guru diminta untuk menetapkan bukti-bukti belajar (Evidence Of Learning) yang akan digunakan sebagi acuan dalam penilaian hasil belajar peserta didik.
2.    Pelaksanaan Model Pembelajaran Pendekatan Project Work
Pembelajaran dengan pendekatan Project Work  dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a.  Guru menyampaikan:
1.    tujuan pembelajaran yang akan dicapai
2.    strategi pembelajaran dengan pendekatan project work
3.    alternatif judul/nama produk/jasa yang dapat dipilih peserta.
4.    ruang lingkup standar kompetensi yang akan dipelajari oleh peserta didik untuk setiap judul/nama produk/jasa
5.    menyusun dan menetapkan pedoman penilaian kompetensi sesuai dengan judul project work
6.    memfasilitasi bimbingan kepada peserta didik dengan memanfaatkan lembar bimbingan.
b.  Peserta didik
1.    memilih salah satu judul/nama produk/jasa. Dan menyusun rencana Project Work sesuai dengan judul yang dipilih. Kerangka rencana Project Work sebagai berikut.
1) LATAR BELAKANG
2) KEUNGGULAN DAN FUNGSI PRODUK/JASA.
3) SKETSA/GAMBAR KERJA (jika diperlukan)
4) BAHAN PRODUKSI
5) FASILITAS/PERALATAN PRODUKSI
6) PROSES PRODUKSI
·     RENCANA ANGGARAN BIAYA
·     SASARAN PASAR/KONSUMEN
·     JADWAL PELAKSANAAN
2.    melakukan proses belajar sesuai dengan proses produksi yang telah direncanakan. Kegiatan dilakukan sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam proposal di bawah bimbingan dan pengawasan guru. Proses belajar menekankan pada pencapaian standar kompetensi yang dibuktikan dengan bukti belajar (learning evidence) dan diorganisasi dalam bentuk portofolio.
3.    mengorganisasi bukti belajar sebagai portofolio.
4.    melaksanakan kegiatan kulminasi (presentasi/ pengujian/penyajian/display).
5.    menyusun laporan sesuai dengan pengalaman belajar yang diperoleh.
3.    Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar dengan pendekatan project work pada dasarnya adalah penilaian standar kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, kesesuaian produk/jasa, dan kesesuaian waktu pelaksanaan. Komponen project work yang dinilai terdiri dari penyusunan rencana Project Work, pelaksanaan proses produksi, laporan, kegiatan, dan kulminasi (presentasi/ pengujian/penyajian/display).
Peserta didik dinyatakan kompeten apabila memenuhi standar minimal yang dipersyaratkan pada indikator dari setiap kompetensi dasar. Penetapan pencapaian nilai mengacu pada Pedoman Penilaian dan Pelaporan Hasil Belajar Peserta Didik SMK.
Merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi peserta didik. Filosofi pendekatan pembelajaran Quantum dikenal dengan istilah TANDUR yang merupakan kepanjangan dari :
T
=
Tumbuhkan, tumbuhkan minat dengan menunjukkan manfaat dari kompetensi yang dipelajari terhadap kehidupan peserta didik
A
=
Alami, ciptakan dan berikan pengalaman langsung yang dapat dimengerti oleh peserta didik
N
=
Namai, berikan kata-kata kunci, konsep, model, rumus, strategi, untuk mudah diingat dan dipahami
D
=
Demonstrasikan, sediakan waktu dan kesempatan bagi peserta didik untuk menunjukkan kemampuan yang diperoleh selama proses pembelajaran
U
=
Ulangi, tunjukkan kepada peserta didik cara mengulangi materi dan tegaskan bahwa “Aku mampu bahwa aku memang mampu”
R
=
Rayakan, akui hasil belajar peserta didik, baik dalam bentuk penyelesaian, partisipasi, perolehan keterampilan ataupun ilmu pengetahuan dan beri penghargaan

1.    Pendekatan Pembelajaran Quantum
Kelas merupakan komunitas belajar yang menjadi tempat untuk meningkatkan kesadaran, daya dengar, partisipasi, umpan balik dan pertumbuhan bagi peserta didik. Kelas merupakan tempat bagi peserta didik mencari dan terbuka terhadap umpan balik, mengalami perubahan, kegembiraan dan kepuasan, memberi dan menerima, belajar mengakui dan mendukung orang lain, serta belajar dan tumbuh sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Untuk membentuk lingkungan kelas yang dapat mengakomodasi semua tempat belajar yang baik, diperlukan langkah-langkah berikut:
a.  Membangun ikatan emosional. Kunci untuk membangun ikatan emosional adalah dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar.
b.  Menjalin rasa simpati dan saling pengertian. Untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik pada proses pembelajaran, guru harus membangun hubungan dengan menjalin rasa simpati dan saling pengertian.
c.  Menciptakan keriangan dan ketakjuban. Menumbuhkan lebih banyak kegembiraan dalam pengajaran, melalui pemberian afirmasi (penguatan atau penegasan), pengakuan, dan perayaan,
d.  Mengambil Resiko
Peserta didik belajar berani mengambil resiko. Sebagai contoh peserta didik berani menghabiskan sebagian waktunya untuk datang ke sekolah merupakan salah satu resiko peserta didik dalam memasuki proses belajar.

e.   Ciptakan rasa saling memiliki
Umumnya semua peserta didik ingin merasa saling memiliki, karena dengan rasa saling memiliki akan memberikan nilai tambah, merasa lebih berdaya dan diterima di dalam kelompoknya. Dengan rasa saling memiliki akan menciptakan rasa kebersamaan, kesatuan, kesepakatan dan dukungan dalam belajar.
f.    Memberikan keteladanan
Keteladanan guru dalam segala hal menjadi cara yang ampuh dalam membangun hubungan dan memahami perasaan orang lain. Keteladanan akan memperkuat proses pembelajaran yang dilakukan.
Langkah-langkah pembelajaran quantum:
1)    Menentukan tujuan pembelajaran
2)    Komunitas dalam belajar memiliki tujuan yang sama. Dimanapun mereka berada, baik di kelas, di sekolah maupun di lembaga diklat lain, memiliki tujuan sama yaitu mengembangkan kecakapan peserta didik sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.
3)    Meyakinkan kemampuan peserta didik dalam belajar, dan kemampuan guru dalam mengajar
4)    Menjaga agar komunitas kelas tepat berjalan agar peserta didik tetap memiliki minat belajar tinggi
Lingkungan yang mendukung model pembelajaran quantum antara lain :
1)    Poster ikon, poster afirmasi, penggunaan warna, alat
2)    bantu dapat digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran, kemampuan guru dan fasilitas yang dimiliki.
3)    Pengaturan tempat duduk peserta didik memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Peserta didik diberi kebebasan untuk mengatur posisi tempat duduk sehingga proses interaksi dapat berjalan dengan baik.
4)    Tumbuhan, aroma dan unsur organik lainnya, dapat memperkaya kesegaran ruangan kelas
5)    Musik dapat digunakan untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental peserta didik, serta mendukung lingkungan belajar.
Pembelajaran CTL (Contextual Teaching And Learning) merupakan suatu proses belajar yang holistik, bertujuan membantu peserta didik untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajari dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan peserta didik sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural). Dengan demikian, mereka memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.
Karakteristik Pembelajaran Berbasis CTL
1)    Kerjasama
2)    Saling menunjang
3)    Menyenangkan
4)    Tidak membosankan
5)    Belajar dengan bergairah
6)    Pembelajaran terintegrasi
7)    Menggunakan berbagai sumber
8)    Peserta didik aktif
Guru perlu mengkondisikan dan mempersiapkan materi pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran, dan mengkaitkannya dengan realitas dan kebenaran (konstruktivisme).
Guru perlu memahami:
1.    Belajar adalah kegiatan aktif, yaitu peserta didik membangun sendiri pengetahuannya, mencari sendiri arti dari apa yang mereka pelajari dan bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya.
2.    Belajar bukanlah suatu proses mengumpulkan sesuatu, tetapi merupakan suatu proses menemukan sesuatu melalui pengembangan pemikiran dengan cara membuat kerangka pengertian yang baru.
3.    Peserta didik mempunyai cara untuk mengerti sendiri, sehingga setiap peserta didik perlu mengerti kekhasan, keunggulan dan kelemahannya dalam menghadapi suatu apapun.
4.    Mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke peserta didik, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya.
5.    Mengajar berarti berpartisipasi dengan peserta didik dalam
membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersikap kritis, mengadakan justifikasi.
6.    Guru berperan sebagai mediator dan fasilitator untuk
membantu proses belajar peserta didik agar berjalan baik.
Proses belajar lebih ditekankan pada peserta didik yang belajar.
1. Komponen CTL
a.  INQUIRY  (merumuskan masalah)
Bagaimana cara melukiskan suasana kerja di suatu unit kerja? Dapat dilakukan antara lain melalui:
1)    mengamati atau melakukan observasi.
2)    menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan atau gambar.
3)    mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain.
b.  QUESTIONING ( bertanya)
Questioning dapat diterapkan antara peserta didik dengan peserta didik, antara guru dengan peserta didik, antara peserta didik dengan guru, antara peserta didik dengan orang lain yang didatangkan ke kelas. Questioning juga dapat dilakukan saat berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika mengamati atau menemui kesulitan.
c.  KONSTRUKTIVISME
Merancang pembelajaran dalam bentuk peserta didik bekerja praktik mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan atau menciptakan ide.
d.  LEARNING COMMUNITY (masyarakat belajar)
Masyarakat belajar dapat diterapkan sesuai dengan kebutuhan. Materi yang diberikan, antara lain berupa pembentukan kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat atau bekerja dengan kelas di atasnya, dan bekerja dengan masyarakat di lingkungan sekolah.
e.  AUTHENTIC ASSESSMENT (penilaian yang sebenarnya)
1)    Kemajuan belajar dinilai dari proses dan hasil.
2)    Menilai pengetahuan, keterampilan dan sikap (performansi) yang diperoleh peserta didik.
3)    Penilai tidak hanya oleh guru, tetapi juga bisa teman atau orang lain.
4)    Karakteristik Penilaian dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran. Penilaian dilakukan dalam bentuk formatif maupun sumatif.
5)    Obyek yang diukur adalah pengetahuan dan keterampilan, bukan sekedar mengingat fakta, bersifat berkesinambungan, terintegrasi dan dapat digunakan sebagai feed back.
f.   MODELING (pemodelan)
Guru bukan satu-satunya model, tetapi bisa juga model dari peserta didik yang memiliki kelebihan dengan cara mendemonstrasikan kemampuannya atau dari pihak luar yang bertindak sebagai native speaker.
g.  REFLECTION (refleksi)
Kegiatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi hal-hal yang sudah diketahui, dan hal-hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Realisasi dari refleksi dapat berupa:
1)    pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh peserta didik
2)    Catatan atau jurnal peserta didik.
3)    Kesan dan saran peserta didik mengenai pembelajaran
4)    Proses dan hasil Diskusi.
5)    Hasil karya.
Model pembelajaran CTL dilaksanakan dengan langkah sebagai berikut:
1)    Mengkaji materi ajar yang bersifat konsep atau teori yang akan dipelajari peserta didik.
2)    Memahami latar belakang dan pengalaman hidup peserta didik melalui proses pengkajian secara seksama.
3)    Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal peserta didik, selanjutnya memilih dan mengkaitkannya dengan konsep atau teori yang akan dibahas.
4)    Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman peserta didik dan lingkungan kehidupannya.
5)    Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong peserta didik untuk mengkaitkan apa yang sedang dipelajari dengan pengetahuan/pengalaman sebelumnya dan fenomena kehidupan sehari-hari, serta mendorong peserta didik untuk membangun kesimpulan yang merupakan pemahaman peserta didik terhadap konsep atau teori yang sedang dipelajarinya.
6)    Melakukan penilaian autentik (authentic assessment) yang memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan penguasaan tujuan dan pemahaman yang mendalam terhadap pembelajarannya, sekaligus pada saat yang bersamaan dapat meningkatkan dan menemukan cara untuk peningkatan pengetahuannya.
D.   Problem-Based Learning (PBL)
1.    Definisi PBL
PBL adalah pembelajaran yang didasari oleh dorongan penyelesaian masalah. Pengertian tersebut sejalan dengan yang diutarakan oleh Barrows & Tamblyn:
“…the learning which result from the process of working towards the understanding of, or resolution of a problem.” (Barrows & Tamblyn, 1980).
Sebagai model pembelajaran, PBL menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru.
2.   Prinsip Dasar
a.    Pembelajaran berawal dari adanya masalah (soal, pertanyaan, dsb) yang perlu diselesaikan.
b.    Masalah yang dihadapi akan merangsang peserta didik untuk mencari solusinya; peserta didik mencari/membentuk pengetahuan baru untuk menyelesaikan masalah.
3.   Tujuan PBL
a.    Mendorong peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar
b.    Menilai sejauh mana pemahaman peserta didik tentang materi yang dipelajari
4.   Beberapa Kelebihan PBL
a.    PBL merangsang keterbukaan pikiran serta mendorong peserta didik untuk melakukan pembelajaran yang reflektif, kritis dan aktif.
b.    PBL merangsang peserta didik untuk bertanya dan menggali pengetahuan secara mendalam.
c.    PBL mencerminkan sifat alamiah pengetahuan, yaitu: kompleks dan berubah-ubah sesuai kebutuhan, sebagai respons terhadap masalah yang dihadapi.
5.   Kompetensi yang dikembangkan
a.    Beradaptasi dan berpartisipasi dalam perubahan.
b.    Mengenali dan memahami masalah serta mampu membuat keputusan yang beralasan dalam situasi baru.
c.    Menalar secara kritis dan kreatif.
d.    Mengadopsi pendekatan yang lebih universal atau menyeluruh.
e.    Mempraktikkan empati dan menghargai sudut pandang orang lain.
f.     Berkolaborasi secara produktif dalam kelompok.
g.    Mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri serta menemukan cara untuk mengatasi kelemahan diri; self-directed learning.
6. Karakteristik Masalah PBL
a.    Masalah dapat berupa tugas melakukan sesuatu, pertanyaan atau hasil identifikasi dari keadaan yang ada di sekitar peserta didik.
b.    Masalah berupa tugas yang tidak memiliki struktur yang jelas sehingga merangsang peserta didik untuk mencari informasi untuk memperjelasnya.
c.    Masalah harus cukup kompleks dan ambigu sehingga peserta didik terdorong untuk menggunakan berbagai strategi penyelesaian masalah, teknik dan ketrampilan berpikir.
d.    Masalah harus bermakna dan ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik termotivasi mengarahkan dirinya untuk menyelesaikan masalah dan mengujinya secara praktis.

7.   Sumber Pembelajaran
a.    Bahan bacaan, baik yang disediakan secara langsung maupun yang ada di sekitar tempat belajar.
b.    Informasi dari narasumber (dijelaskan sekilas dan berdasarkan pertanyaan peserta didik).
c.    Lingkungan dan hasil uji coba praktis.
d.    Sumber-sumber lain yang dapat diakses peserta didik.
8.   Metode dalam PBL
a.    Diskusi kelompok.
b.    Belajar mandiri (individual).
c.    Eksperimen kelompok.
d.    Observasi gejala dan wawancara terhadap narasumber.
e.    Komparasi dengan hasil-hasil penyelesaian masalah yang sudah ada.
9.   Karakteristik Kelompok
a.    Peserta didik dibagi secara acak.
b.    Jumlah anggota kelompok berkisar antara 5-8 orang.
c.    Heterogen (latar belakang dan kemampuan cukup beragam).
d.    Waktu kerja disesuaikan dengan jadwal belajar dan kesediaan anggota kelompok.

10. Peran Guru
a.    Guru berperan sebagai fasilitator
b.    Menyusun ‘trigger problems’
c.    Guru juga dapat berperan sebagai narasumber terutama utk informasi yang sulit diperoleh dari sumber lain
d.    Memastikan jalannya proses pembelajaran dan setiap anggota kelompok terlibat
e.    Melakukan evaluasi
11. Langkah-langkah PBL
a.    Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
b.    Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
c.    Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
d.    Guru membantu peserta didik dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
e.    Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan


Contoh Pelaksanaan PBL
Proses
Sasaran
Hasil
Tutor memulai sesi dengan presentasi masalah
Peserta didik dirangsang untuk dapat mengidentifikasi masalah konkret
Pembelajaran tentang konteks masalah dan ruang lingkup materi
Peserta didik mencari dan menyusun kerangka berpikir untuk menyelesaikan masalah
Peserta didik aktif menggali berbagai sumber untuk memperoleh info yang dibutuhkan
Belajar secara kumulatif dan mengaitkan berbagai pengetahuan
Peserta didik menguji pendekatan dan solusi masalah mereka
Peserta didik melatih kemampuan logika dan analisis
Meningkatkan perkembangan mental lebih kompleks
Peserta didik mengevaluasi dan merevisi solusi mereka; memanfaatkan feed-back
Membandingkan dengan kelompok lain dan menerima umpan balik
Memperoleh tambahan pengetahuan tentang masalah
Peserta didik menyusun ‘teori’ baru berdasarkan pengalaman penyelesaian masalah
Peserta didik belajar melakukan abstraksi dan generalisasi brdasarkan pengalaman
Mampu mengintegrasi pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman
Peserta didik menerapkan ‘teori’ untuk membahas masalah baru dan evaluasi kritis
Peserta didik menguji apakah pengetahuan yang diperolehnya berguna/ tidak.
Mampu membuat solusi yang realistik dan tepat-guna.


E.    MODEL MENGAJAR INQUIRY TRAINING
1.   Pengertian
Model mengajar Inquiry Training adalah model pembelajaran yang diarahkan untuk membantu peserta didik mengembangkan keterampilan intelektual yang terkait dengan penalaran sehingga mampu merumuskan masalah, membangun konsep dan hipotesis serta menguji untuk mencari jawaban
2.   Langkah-Langkah Kegiatan Belajar
a.    Fase satu, mengidentifikasi masalah
b.    Fase dua: mengumpulkan informasi yang dilihat dan dialami terkait dengan masalah  
c.    Fase tiga , mengelompokkan data:
1)    Memisahkan variabel-variabel yang relevan.
2)    Membuat hipotesa tentang hubungan-hubungan penyebab.
d.    Fase empat, mengorganisasikan data dan memformulasikan suatu paparan.
e.    Fase lima, menganalisis strategi inquiri dan mengembangkan model pembelajaran yang lebih efektif.


F.    Model Bermain Peran (Role Playing)
1. Pengertian
Model pembelajaran yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan analogi tentang situasi permasalahan kehidupan yang sebenarnya.
2. Langkah-Langkah Pembelajaran
a.    Fase pertama  memotivasi kelompok dengan
mengidentifikasi dan menjelaskan masalah, menginterpretasikan; mengekplorasi isu-isu, menjelaskan peran.
b.    Fase kedua, memilih peran.
c.    Fase ketiga, menyiapkan pengamat.
d.    Fase keempat, menyiapkan tahap-tahap peran.
e.    Fase kelima, pemeranan.
f.     Fase keenam, diskusi dan evaluasi.
g.    Fase ketujuh, pemeranan ulang.
h.    Fase kedelapan, diskusi dan evaluasi.
i.      Fase kesembilan, membagi pengalaman dan menarik generalisasi.