Menyoal rendahnya Kreativitas pada Dunia Pendidikan Kita
Kreativitas merupakan
istilah yang sudah sangat akrab di kalangan para guru dan pendidik di negeri
ini. Hal itu kiranya dapat dipahami, karena kreativitas merupakan sebuah
terminologi penting dalam dunia pendidikan dan pengajaran serta pengembangan
SDM. Meskipun demikian, jika ditanyakan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan
kreativitas, terlebih bagaimana kiat-kiat menumbuhkan kreativitas dalam konteks
pembelajaran di sekolah, penulis tidak yakin akan semua guru dan pendidik dapat
menjelaskanya, terlebih telah mempraktikannya.
Konon akibat dari kurangnya perhatian terhadap masalah ini,
hingga saat ini kreativitas masih merupakan barang langka di lingkungan dunia
pendidikan kita, baik di lingkungan guru maupun para siswa. Contoh langkanya
kreativitas guru misalnya dapat dilihat dari masih rendahnya kuantitas
partisipasi dan keterlibatan mereka dalam berbagai even kreativitas yang banyak
digelar, baik di lingkungan Depdiknas maupun non-Depdiknas. Sekedar menyebut
contoh, menurut informasi partisipasi guru Bahasa Indonesia SMA dan sederajat
yang mengikuti LMKS (Lomba Mengulas Karya Sastra) dan LMCP (Lomba Menulis
Cerita Pendek) yang diadakan oleh Dikdasmen setiap tahun rata-rata hanya
diikuti oleh sekira 200-an orang guru saja. Padahal jumlah guru bahasa Indonesia
yang mengajar di SMA dan sederajat (SMK dan MA), baik negeri maupun swasta di
negeri ini telah mencapai ribuan orang. Gambaran yang sama juga terjadi pada
kelompok guru pelajaran lainnya.
Bagaimana dengan kreativitas dari para siswa kita? Tampaknya
telah berlaku hukum sebab-akibat. Kreativitas dari para siswa kita pun pada
umumnya dinilai masih sangat rendah, serta tertinggal jauh jika dibandingkan
dengan para siswa dari negara-negara lain. Sekedar sebuah gambaran, menurut
hasil penelitian yang dilakukan oleh Hans Jellen dari Universitas Utah AS dan
Klaus Urban dari Universitas Hannover Jerman pada Agustus 1987 terhadap
anak-anak Indonesia yang berusia 10 tahun (dengan sampel 50 anak-anak di
Jakarta), menunjukkan bahwa tingkat kreativitas anak-anak Indonesia berada di
urutan terakhir dari 8 negara yang menjadi sampel penelitian tersebut. Adapun
urutan peringkatnya sebagai berikut (dari yang tertinggi sampai yang terendah):
Filipina, AS, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu, dan Indonesia (Drs. Dedi
Djunaedi, Pikiran Rakyat,10 Januari 2005).
Apakah sesungguhnya yang dimaksud dengan kreativitas itu?
Roger B. Yepsen Jr. (1996) mengatakan bahwa kreativitas merupakan kapasitas
untuk membuat hal yang baru Menurut Mihaly Csikszentmihalyi (1996) bahwa orang
yang kreatif adalah orang yang berpikir atau bertindak mengubah suatu ranah
atau menetapkan suatu ranah baru (Drs. Dedi Djunaedi, Pikiran Rakyat,10 Januari
2005). Berdasarkan kedua pernyataan tersebut istilah kreativitas digunakan
untuk mengacu pada kemampuan individu dengan mengandalkan potensi dan kemahiran
yang dimilikinya untuk menghasilkan gagasan baru dan wawasan yang segar yang
sangat bernilai.
Cakupan wilayah kreativitas tidak hanya terbatas pada
perbuatan yang sifatnya kerja fisik. Kemampuan untuk menjadi seorang penyimak
yang baik, yang mendengarkan gagasan yang datang dari dunia luar dan dari dalam
diri sendiri atau dari alam bawah sadar juga merupakan wilayah kreativitas.
Dengan demikian kreativitas kreativitas lebih tepat didefinisikan sebagai suatu
pengalaman seorang individu untuk mengungkapkan dan mengaktualisasikan
identitas dirinya secara terpadu dalam hubungan eratnya dengan diri sendiri,
orang lain, dan juga alam lingkungan sekitarnya.
Para ahli psikologi hingga saat ini masih belum ada kata
sepakat mengenai faktor-faktor apa yang melandasi kebutuhan dan motif dasar
yang dimiliki manusia untuk berkreasi. Meskipun demikian, mereka sepakat
bahwasanya ada imbalan dan penghargaan nyata yang dapat diamati dapat
diidentifikasikan sebagai motif manusia untuk berkreasi. Selain itu berdasarkan
penelitian juga terungkap bahwa manusia biasanya melakukan kreasi karena
didorong oleh adanya kebutuhan dasar, seperti: keamanan, cinta, dan
penghargaan. Mereka juga termotivasi untuk berkreasi oleh lingkungannya dan
manfaat dari berkreasi seperti hidup yang lebih menyenangkan, kepercayaan diri
yang lebih besar, kegembiraan hidup, dan kemungkinan untuk menunjukkan
kemampuan terbaik mereka kepada orang lain.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk
memunculkan gagasan kreatif dirinya. Namun sebelum saya mengemukakan
teknik-teknik tersebut, yang harus dipahami oleh kita bahwasanya teknik-teknik
pengembangan kreativitas itu dalam berbagai tingkatan keseluruhannya sebenarnya
bertumpu pada pengembangan sejumlah gagasan sebagai suatu cara untuk memperoleh
gagasan yang baik dan kreatif. Dengan demikian langkah pertama untuk
memunculkan lahirnya sebuah kreativitas ialah dengan memunculkan sebanyak
mungkin gagasan atau pendapat, baik yang berasal dari diri sendiri maupun orang
lain.
Setidaknya ada dua teknik yang bisa kita pakai untuk
menghimpun gagasan. Pertama adalah teknik brainstorming. Teknik brainstorming
mungkin merupakan cara yang terbanyak digunakan, tetapi juga merupakan teknik
pemecahan kreatif yang tidak banyak dipahami. Banyak orang mempergunakan
istilah brainstorming untuk mengacu pada suatu proses yang menghasilkan suatu
gagasan baru, atau menggunakan istilah tersebut untuk mengacu pada suatu
kumpulan proses pemecahan masalah. Sebenarnya teknik brainstorming adalah
kegiatan yang menghasilkan gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan dan
kritik. Kegiatan tersebut mendorong timbulnya banyak gagasan, termasuk gagasan
yang menyimpang liar, dan berani dengan harapan bahwa gagasan tersebut dapat
menghasilkan gagasan yang lebih baik dan kreatif. Teknik ini cenderung
menghasilkan gagasan baru yang orisinal untuk menambah jumlah gagasan
konvensional yang ada.
Kedua teknik sinektik. Analogi telah lama digunakan sebagai
salah satu alat bantu bagi proses penyusunan secara kreatif. Sinektik merupakan
suatu metode atau proses yang menggunakan metafora dan analogi untuk
menghasilkan gagasan kreatif atau wawasan segar ke dalam permasalahan. Guna
menghentikan kebiasaan lama serta gagasan usang dan untuk memperkenalkan
suasana rileks ke dalam proses penggalian ide, maka proses sinektik mencoba
membuat yang "asing" menjadi "akrab" dan juga sebaliknya.
Sedangkan sejumlah hambatan yang biasanya menjadi kendala
dalam menumbuhkan kreativitas menurut Julia Cameron dan Mark Bryan (2000)
adalah sebagai berikut. Akibat faktor kebiasaan, ketidak mampuan memenej waktu,
akibat dibanjiri masalah, bersikap seolah-olah tidak ada masalah, takut gagal,
bersikap instan (ingin jawabannya saat itu juga), memiliki sikap mental yang
sulit diarahkan, serta takut mendapat kritik dari orang lain terhadap apa yang
dikerjakannya. Orang yang tidak mampu mengatasi kendala-kendala tersebut akan
sulit menumbuhkan potensi kreatif yang dimilikinya. Oleh karena langkah pertama
dan utama untuk melenjitkan kreativitas kita atasi terlebih dahulu
kendala-kendala tersebut. Tidak mudang memang, tetapi kita harus mencobanya.
***
Kholid A.Harras
Tidak ada komentar:
Posting Komentar