Oleh Junisra Syam
Excellence Automotive Training International
Emisi yang dihasilkan oleh mesin akibat proses pembakaran bahan bakar harus direduksi untuk kepentingan umat manusia dan lingkungan, emisi berbahaya yang dikeluarkan oleh mesin bensin terdiri dari HC (hidrokarbon), CO (karbon monoksida) serta Nitrogen Oksid (NOx) harus direduksi sedemikian rupa sehingga tidak melampaui ambang batas aturan/regulasi yang telah ditetapkan suatu Negara.
Kampanye udara bersih yang diluncurkan sejak tahun 1977 telah menetapkan suatu keputusan mengenai ambang batas emisi berbahaya yang dikandung oleh gas buang kendaraan.
Untuk memenuhi ambang batas emisi, maka produsen kendaraan telah menciptakan dan melengkapi berbagai sistem pada kendaraannya guna mereduksi emisi berbahaya pada mesin.
Yang pertama mereka lakukan adalah apa yang disebut dengan “feedback fuel control systems”, sebuah sensor oksigen dipasang di pangkal saluran buang/knalpot berfungsi untuk mengukur kadar oksigen yang terkandung dalam gas buang.
Oksigen sensor mengirimkan sinyal tegangan ke ECU sesuai dengan kadar oksigen yang dikandung dalam gas buang, dari hasil sinyal tegangan sensor ini, ECU secara akurat mengatur perbandingan campuran udara-bensin.
Seperti kita ketahui bahwa perbandingan campuran udara-bensin ideal (lambda=1) akan mengasilkan emisi yang lebih baik.
Secara bersamaan waktu ECU mengatur perbandingan campuran udara-bensin, sekaligus juga mengatur saat pengapian yang sesuai dengan segala keadaan opersional mesin.
ECU juga harus mampu memantau dan mendiagnosa sendiri, jika terdapat kesalahan pada komponen manajemen mesin, ECU akan menyalakan lampu control engine (MIL) sehingga pengemudi mengatahui bahwa telah terjadi kesalahan pada manajemen dan seharusnya kendaraan tersebut dibawa kebengkel untuk perbaikan.
Ada beberapa perangkat pengontrol emisi yang populer terpasang pada mesin mobil Anda yaitu:
CATALYTIC CONVERTER, PCV VALVE, EGR VALVE, CHARCOAL CANISTER
AIR INJECTION,
,
CATALYTIC CONVERTER
Setidaknya ada 3 cara untuk mereduski emisi mesin bensin yaitu;
1. Mengusahakan terbakarnya campuran udara-bensin dengan sempurna dalam silinder mesin, bila campuran udara-bensin terbakar sempurna/habis terbakar semuannya maka emisi yang dihasilkan menjadi relatif rendah.
2. Uap bensin (HC) yang berlebih dikembalikan ke silinder mesin untuk dibakar kembali.
3. Menyediakan area tambahan untuk proses oksidasi atau melanjutkan proses pembakaran emisi yang berbahaya pada saluran knalpot sebelum gas buang tersebut keluar ke udara terabuka. Area tambahan itu disebut catalytic converter, yang kelihatannya hanya seperti sebuah resonansi knalpot saja.
Di dalam catalytic converter terdapat seperti palet atau sarang lebah yang terbuat dari platina atau paladium. Platina dan paladium digunakan sebagai katalis (katalis adalah zat yang digunakan untuk mempercepat proses kimia). Hidrokarbon (HC) atau karbon monoksida (CO) pada gas buang jika melewati katalis, secara kimiawi teroksidasi atau dikonversi menjadi karbon dioksida (CO) dan air (H2O).
Catalytic Converter juga bekerfungsi sebagai peredam pada knalpot dan juga dapat menyaring/menangkap kotoran-kotoran akibat proses pembakaran, biasanya kotoran tersebut juga terbakar karena suhu catalytic converter yang panas.
Jika terlalu banyak kerak kotoran yang dihasilkan mesin maka catalytic converter semakin bekerja berat, karena semakin banyak panas yang mengumpul pada catalytic, sehingga pada bebrapa kasus catalytic dapat berpijar karena panas yang berlebihan lalu lama kelamaan catalytic akan menjadi rusak..
Bensin bertimbal juga dapat menyebabkan kerusakan catalytic converter karena timbal (timah hitam) yang tidak terbakar dalam silinder mesin akan terbuang keluar meliwati catalytic converter, lalu timbel tersebut menempel pada permukaan/kisi platinum/palladium sehingga menyebabkan kerja catalytic tidak efektif lagi..
Itulah sebabnya semua bensin yang dijual di pasaran harus bebas timbel (Unleaded Fuel) agar tidak merusak catalytic converter.
PCV VALVE
Tujuan dari PCV (Positive Crankcase Ventilation) sistem, adalah mengembalikan uap bensin (HC) yang bocor dari slinder mesin lalu dikembalikan sedemikian rupa ke saluran masuk untuk dibakar kembali.
Uap bensin tersebut tidak boleh dibuang ke udara terbuka begitu saja, tetapi harus dimasukkan kembali ke ruang bakar.
Namun uap bensin ini tentu saja akan mempengaruhi perbandingan campuran udara-bensin yang sudah ditakar sedemikian rupa oleh ECU.
Pada waktu mesin putaran idel dan perbandingan campuran udara-bensin sudah dihitung sedemikan rupa, maka diaturlah sesedikit mungkin uap bensin yang dialirkan kembali ke ruang bakar, pada saat putaran mesin tinggi barulah uap bensin diperbolehkan dimasukkan ke ruang bakar.
EGR VALVE
Tujuan dari katup resirkulasi gas buang (EGR/Exhaust Gas Recirculation) adalah untuk mengatur sebagian kecil dari gas buang dan dikembalikan masuk ke dalam silinder melalui intake manifold, hal ini bertujuan untuk menurunkan suhu ruang pembakaran, karena suhu ruang pembakaran yang berlebihan membentuk oksid nitrogen (NOx) yang tinggi, sedangkan NOx adalah polutan sangat berbahaya.
Katup EGR merupakan metode yang paling efektif untuk mengontrol oksid nitrogen (NOx), dan bekerjanya katup EGR dikontrol secara elektronis oleh ECU atau yang model lama bekerja berdasarkan kevakuman intake manifold, sehingga EGR tidak bekerja waktu mesin putaran idel, atau mesin berjalan dengan beban penuh..
CHARCOAL CANISTER
Sudah kita ketahui bahwa bensin dapat menguap dengan mudah. Di masa lalu emisi HC (uap bensin) tersebut dilepaskan begitu saja ke atmosfir. 20% dari seluruh emisi HC mobil berasal dari ventilasi tangki bensin.
Pada tahun 1970 undang-undang di AS menyatakan melarang ventilasi tangki bensin berhubunggan dengan atmosfer/udara luar.
Sebuah sistem kontrol penguapkan HC untuk ventilasi tangki bensin dikembangkan guna menghilangkan sumber polusi itu.
Cara kerja sistem kontrol ventilasi tangki adalah dengan cara mengumpulkan uap bensin yang berasal dari ventilasi ke dalam suatu wadah.
Wadah/tabung berisikan arang yang dapat pengumpulkan uap bensin dari ventilasi tangki, karena sudah menjadi sifat uap bensin dapat terhisap dan menyatu dengan serbuk arang dalam sebuah wadah yang disebut dengan canister.
Pada waktu mesin hidup, uap bensin pada arang dalam canister itu diisap dan dikembali lagi ke dalam silinder mesin untuk dibakar.
Pengaturan kembalinya uap bensin itu harus dilakukan sedemikian rupa oleh ECU atau berdasarkan kevakuman pada intake manifold mesin agar pengisapan kembali uap bensin itu tidak merubah perbandingan campuran.
AIR INJECTION
Karena tidak ada mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) 100% efisien, maka selalu ada sebagian kecil bensin (HC) yang tidak terbakar dan keluar di knalpot. Hal ini meningkatkan emisi hidrokarbon (HC).
Sisa HC yang keluar dari ruang bakar tersebut dapat dioksidasikan lagi jika pada kenalpot dimasukkan udara dengan tekanan tertentu.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa proses pembakaran bisa terjadi jika ada HC, panas dan oksigen.
Pada waktu sisa HC dalam gas buang meliwati knalpot yang suhunya panas, akan dapat dioksidasikan/dibakar kembali dengan cara menginjeksikan udara ke dalam knalpot, dengan demikian gas buang yang keluar dari knalpot kandungan HC-nya dapat direduksi.
Tidak seperti halnya katup EGR, atau CHARCOAL CANISTER, maka AIR INJECTION ini tidak akan mempengaruhi kinerja mesin karena proses air injection terjadi pada pipa knalpot,
Semoga Bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar